Sabtu, Desember 6

Selalu Dalam Pengawasan-Nya

Selalu Dalam Pengawasan-Nya


Kala hati berdzikir kepada-Nya
Atau hati berniat tuk maksiat,
Kala diri berzina, mengingkari-Nya
Atau diri bergegas tuk bertaubat
Pandang-Nya meliputi seluruhnya, semuanya

Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al Hadiid: 4)

Bicara mengenai kepengawasan, maka puasa Ramadhan-lah yang sepertinya lebih tepat untuk dijadikan contoh. Sebab, siapakah yang mengetahui bahwa seseorang itu berpuasa selain Allah dan orang itu sendiri?
Mungkin saja seseorang di siang hari (di bulan Ramadhan -pen) nampak lesu, lemah dan tak berdaya; yakni mempunyai tanda-tanda lahiriah bahwa dia adalah sesorang yang sedang berpuasa. Namun tentu saja hal itu tidaklah merupakan jaminan bahwa dia benar-benar berpuasa. Sebab, mungkin saja dia melakukan sesuatu yang membatalkan puasa ketika sedang sendirian. Misalnya saja dengan meneguk segelas air.
Sebaliknya, dapat terjadi pula seseorang yang nampak sehat dan tetap bersemangat, biarpun hari telah sampai di pertengahan. Tetapi justru dialah yang sedang berpuasa, dan tetap teguh mempertahankan diri dari godaan yang membuat puasanya batal.
Siapa yang tahu, selain Allah dan dirinya sendiri??

Saudaraku..
Sikap yang diperagakan oleh orang yang berpuasa sejati mengambarkan betapa kuatnya semangat dalam pengawasan Allah. Dan sikap seperti itu mengandung beberapa rahasia, di antaranya yaitu:

Pertama, orang yang merasa selalu diawasi Allah, dia akan senantiasa merasa terjaga dari perbuatan maksiat.
Bagaimana dia akan mencontek, jika niat untuk mencontek saja Allah sudah tahu?
Bagaimana dia bisa ber-ZINA dihadapan Dzat Yang Maha Melihat??

Kedua, orang yang merasa selalu dalam pengawasan Allah akan memiliki rasa pengharapan yang tinggi (optimisme).
Bagaimana tidak optimis, jika “Kemana saja kamu menghadap, maka di sanalah wajah Allah” (Al Baqarah:115).
Di mana saja dia berada, Allah selalu memperhatikannya, dan pasti akan menolongnya??

Ketiga, orang yang merasa selalu dalam pengawasan Allah, akan menemukan rahasia keikhlasan. Bukankah keikhlasan dibangun dengan membangun “jembatan” langsung antara hamba dengan Tuhan? Orang yang ikhlas tidak membutuhkan pamrih manusia dan akan selalu melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam keyakinannya, pengawasan oleh Allah jauh sangat berharga dibanding penglihatan manusia. Jadi, dalam pikirannya..
mengapa berbuat harus diperlihatkan kepada manusia, jika Yang Maha Teliti sendiri secara langsung akan selalu melihatnya??

Dalam suatu hadits, Rasulullah pernah ditanyai Jibril tentang ihsan, maka jawaban Rasulullah adalah: “… Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat kepada-Nya, sekalipun engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau …” (HR Muslim).

Wallahu ‘alam

‘Iffah: Lambang Kemuliaan Seorang Wanita

‘Iffah: Lambang Kemuliaan Seorang Wanita

Segala puji bagi Allah Ta’ala, Robb semesta alam. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad j.
Akhwatifillah…
Di masa sekarang ini, di saat kejahiliahan kembali merata di seluruh penjuru dunia, upaya penjagaan diri dari berbagai bentuk kemaksiatan, kesia-siaan, dan kerendahan harus lebih ditekankan. Terlebih lagi bagi seorang muslimah yang kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. ‘Iffah adalah bahasa yang lebih akrab untuk menyatakan penjagaan diri ini. Lalu apa sebenarnya ‘iffah itu?
Pengertian ‘Iffah
Wahai muslimah…
Menurut bahasa, ‘iffah artinya adalah menahan. Sedangkan menurut istilah, ‘iffah adalah menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah.
Jadi, ‘afifah (sebutan bagi muslimah yang ‘iffah) adalah muslimah yang bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya menginginkannya.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya.” (An-Nur: 33).
Wanita yang ‘afifah
Saudariku…
‘Iffah adalah akhlaq yang tinggi, mulia, dan dicintai oleh Allah Ta’ala. Bahkan akhlaq ini merupakan sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih, yang senantiasa memuji keagungan Allah Ta’ala, takut akan siksa, adzab, dan murka-Nya, serta selalu mencari keridhaan dan pahala-Nya.
Ada beberapa hal yang dapat menumbuhkan akhlaq ‘iffah dan perlu dilakukan oleh seorang muslimah untuk menjaga kehormatan dirinya, di antaranya adalah:
1. Ketaqwaan kepada Allah Ta’ala
Taqwa adalah asas paling fundamental dalam mengusahakan ‘iffah pada diri seseorang. Ketaqwaan adalah pengekang seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela yang dilarang oleh Allah Ta’ala, sehingga ia akan selalu berhati-hati dalam berbuat seseuatu, baik di saat sendirian maupun dalam keramaian.
Sesungguhnya kemuliaan yang diraih seorang wanita shalihah adalah karena kemampuannya dalam menjaga martabatnya (‘Iffah) dengan hijab serta iman dan taqwa. Ibarat sebuah bangunan, ia akan berdiri kokoh jika mempunyai pondasi yang kokoh. Andaikan pondasi sebuah bangunan tidak kokoh, maka seindah dan semegah apapun pasti akan cepat runtuh. Begitu juga dengan ‘iffah yang dimiliki oleh seorang wanita, dengan iman dan taqwa sebagai pondasi dasar untuk meraih kemuliaan-kemuliaan lain.
Segala anggota tubuh akan selalu terjaga jangan sampai melanggar larangan Allah Ta’ala sehingga terjerumus ke dalam kesesatan. Mulutnya terjaga dari pembicaraan yang sia-sia, ghibah, fitnah, adu domba, dusta, mengumpat , mencela, dan lain-lain. Tangannya pun akan terjaga dari hal yang dilarang seperti mencuri, bersentuhan dengan orang yang bukan mahramnya, dan lain-lain. Mata pun demikian, tak ingin terjerumus dalam mengumbar pandangan yang diharamkan.
Sungguh ketika taqwa berdiam pada diri seseorang, maka muncullah pribadi yang penuh dengan hiasan yang tak tertandingi keindahannya. Mengalahkan emas, perak, berlian, dan hiasan dunia lainnya.
2. Menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan
Saudariku muslimah…
Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: ‘Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…’ ” (An-Nur: 31)
Asy-Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata: “Allah Jalla wa ‘Ala memerintahkan kaum mukminin dan mukminat untuk menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari perbuatan zina, liwath (homoseksual), dan lesbian, serta menjaganya dengan tidak menampakkan dan menyingkapnya di hadapan manusia.” (Adhwa-ul Bayan, 6/186)
3. Tidak bepergian jauh (safar) sendirian tanpa didampingi mahramnya
Seorang wanita tidak boleh bepergian jauh tanpa didampingi mahramnya yang akan menjaga dan melindunginya dari gangguan. Rasulullah j bersabda: “Tidak boleh seorang wanita safar kecuali didampingi mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Tidak berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahramnya
Bersentuhan dengan lawan jenis akan membangkitkan gejolak di dalam jiwa yang akan membuat hati condong kepada perbuatan yang keji dan hina.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah berkata: “Secara mutlak tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, sama saja apakah wanita itu masih muda atau sudah tua. Dan sama saja apakah laki-laki yang berjabat tangan dengannya itu masih muda atau kakek tua. Karena berjabat tangan seperti ini akan menimbulkan fitnah bagi kedua pihak.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata tentang Rasulullah j: “Tangan Rasulullah j tidak pernah menyentuh tangan wanita, kecuali tangan wanita yang dimilikinya (istri atau budak beliau).” (HR. Al-Bukhari)
“Tidak ada perbedaan antara jabat tangan yang dilakukan dengan memakai alas atau penghalang (kaos tangan atau kain) maupun tanpa penghalang. Karena dalil dalam masalah ini bersifat umum dan semua ini dalam rangka menutup jalan yang mengantarkan kepada fitnah.” (Majmu’ Al-Fatawa, I/185)
5. Tidak khalwat (berduaan) dengan laki-laki yang bukan mahram
Rasulullah j telah memerintahkan dalam sabdanya: “Tidak boleh sama sekali seorang lak-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali bila bersama wanita itu ada mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
6. Nikah
Nikah adalah salah satu jalan terbaik untuk menjaga kesucian diri. Bahkan nikah adalah sarana utama untuk menumbuhkan sifat ‘iffah. Dengan menikah, seorang muslimah akan terjaga pandangan mata dan kehormatan dirinya. Nikah adalah fitrah kemanusiaan yang di dalamnya terdapat rasa cinta, kasih sayang, dan kedamaian yang tidak didapatkan dengan cara lain, seperi firman Allah Ta’ala: “Dan di antara tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang.” (Ar-Rum: 21)
7. Rasa Malu
Malu adalah sifat yang agung dan terpuji. Dengan rasa malu, seseorang akan terhindar dari perbuatan keji, tidak pantas, mengandung dosa dan kemaksiatan. Rasa malu akan bertambah indah jika melekat pada diri seorang muslimah. Dengan malu, seorang muslimah akan selalu nampak dalam fitrah kewanitaannya, tak mau mengumbar aurat tubuhnya, tak mau mengeraskan suara yang tak diperlukan di tengah kumpulan manusia, tidak tertawa lepas, dan lain-lain.
Rasa malu ini benar-benar akan menjadi penjaga yang baik bagi seorang muslimah. Ia akan menyedikitkan beraktivitas di luar rumah yang tanpa manfaat. Ia akan menjaga diri ketika berbicara dengan orang lain, terlebih laki-laki yang bukan mahram. Tentu hal ini akan lebih menjaga kehormatannya.
8. Menjauh dari hal-hal yang mengundang fitnah
Seorang muslimah yang cerdas haruslah memahami akibat yang ditimbulkan dari suatu perkara dan memahami cara-cara yang ditempuh orang-orang bodoh untuk menyesatkan dan menyimpangkannya. Sehingga ia akan menjauhkan diri dari mendengarkan musik, nyanyian, menonton film dan gambar yang mengumbar aurat, membeli majalah-majalah yang merusak dan tidak berfaedah, dan lain-lain. Ia juga tidak akan membuang hartanya untuk merobek kehormatan dirinya dan menghilangkan ‘iffah-nya. Karena kehormatan serta ‘iffah adalah sesuatu yang mahal dan sangat berharga.
Sebuah Penutup
Wahai ukhti muslimah…
‘Iffah adalah pondasi kemuliaan bagi seorang wanita shalihah. Sungguh mulia wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah Ta’ala akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan oleh Rasulullah j dalam sabdanya: “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
Jika ingin mendapatkan kemuliaan sebagai wanita shalihah, maka sesungguhnya kemuliaan itu hanya dapat diraih ketika ia memiliki kemampuan untuk menjaga martabatnya dengan iman, menerima semua karunia yang Allah Ta’ala berikan, menghijab dirinya dari kemaksiatan, menghiasi semua aktivitasnya dengan ibadah, dan memberikan yang terbaik bagi sesamanya. Seorang wanita yang mampu melakukan semua itu akan mulia di sisi Allah Ta’ala dan terhormat di hadapan manusia.
Memang usaha yang dilakukan untuk meraih ‘iffah bukanlah hal yang ringan. Diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh dan keistiqamahan yang stabil dengan meminta kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah berfirman: “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
Wallahu Ta’ala a’lam bish-showab

Maroji’:
Asy-Syariah Vol I/No.11/1425 H/2004
js.ugm.ac.id/?p=51
homiket.wordpress.com/2007/05/31/iffah-lambang-kemuliaan-wanita/

Batalkah wudhu seseorang ysng terkena kotoran hewan ?

Pertanyaan:
Batalkah wudhu seseorang ysng terkena kotoran hewan ?
Jawab;
Untuk menghukumi batal tidaknya wudlu’ dengan sebab terkena kotoran hewan, maka dijelaskan terlebih dahulu tentang najis tidaknya kotoran hewan tersebut sebagai berikut :
a. Hewan yang boleh dimakan dagingnya, seperti unta, sapi, kerbau, atau yang lain maka kotoran hewan tersebut tidak najis, hal tersebut berdasar pada dalil :
Dari Anas bin Malik : Sesungguhnya ada serombongan orang dari ukal (Urainah) yang datang ke Madinah, maka mereka terkena penyakit perut (mulas)
Lalu Rasulullah SAW memerintahkan untuk mencari unta yang memiliki susu , kemudian beliau memerintah mereka agar memeras (susu unta tersebut) serta meminum susu serta kencing unta tersebut (HR. Bukhari Muslim)
Imam Asy Syaukany berkata : dan sungguh hadits ini adalah dalil bahwa kencing binatang ynag dimakan dagingnya adalah suci, dan ini adalah pendapat dari Al Utroh, An Nakh’iyi, Al Auzaiy, Az Zuhry, Imam Malik, Ahmad, Muhammad, Zafar, dan sekelompok salaf serta disepakati oleh para pengikut Imam Syafi’iy diantaranya adalah Ibnu Kuzaimah, Ibnul Mundzir, Ibnu Hibbah, Al Ishthohry dan Ar Ruyany, adapun tentang unta maka sudah ada nashnya sedang yang lain yang dagingnya boleh dimakan maka diqiyaskan dengan unta. (lihat Nailul Author 1/59-60)
b. Hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, seperti babi dan juga kototran manusia, maka ini adalah najis, hal ini berdasar pada dalil berikut :
Dari Anas dia berkata : kami tertimpa (makan) daging kel;edai yaitu pada hari khibar, maka penyeru Rasulullah menyerukan bahwa Allah dan RasulNya telah melarang kalian (makan) daging keledai, maka keledai itu sesungguhnya najis. (HR. Bukhori Muslim)
Dari keterangan hadits di atas dapatlah kita jawab pertanyaan tersebut, bahwa bila terkena kotoran hewan yang boleh dimakan dagingnya maka tidak membatalkan wudlu’, cukup dengan membersihkannya, tetapi bila terkena kotoran manusia atau hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya maka batallah wudlu’nya. (lihat Nailul Author 1/59-60,76-77)
Maroji’ :
Nailul Author 1/59-60,76-77, Nailul Author 1/59-60.

Bolehkah seseorang itu mencukur jenggot?

Pertanyaan:
Bolehkah seseorang itu mencukur jenggot?
Jawab:
Mencukur jenggot adalah haram berdasar beberapa sebab berikut:
1. Menyelisihi perintah Rasulullah, Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk memelihara jenggot dan membiarkannya (tidak memotongnya)hal tersebut secara tegas disebutkan dalam beberapa hadits berikut:
Dari Abi Huroiroh, dis berkata: Rasulullah bersabda: potonglah kumis dan biarkanlah jenggot, bedalah kalian dengan orang-orang majusi. (HR. Muslim (1/153), Abu ‘Awanah (1/188), Al Baihaqi (1/150) dan Ahmad (2/153,366))
Dari Ibnu Umar ra, dia berkata: Rasulullah berasbda: bedalah dengan orang musyrik, potonglah kumis dan biarkanlah jenggot. (HR.Bukhori (1/288), Muslim (1/153), Abu ‘Awanah (1/189) dan Al Baihaqi (1/150))

2. Merubah ciptaan Allah
Allah telah melarang hambanya untuk merubah ciptaan-Nya, sedangkan memotong jenggot termasuk merubah ciptaan-Nya yang dikhususkan bagi laki-laki, hal ini diperkuat deengan dalil sebagai berikut:
Allah berfirman: Dan Aku (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, lalu mereka benar-benar memotongnya dan akan kusuruh mereka merubah ciptaan Allah lalu mereka benar-benar merubahnya, dan barang siapa menjadikan setan sebaqgai pelindung selain Allah, maka sesungguhnya mereka menderita kerugian yang nyata. (QS. An Nisa’: 119)
Dari Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah saw bersabda: Allah melaknat orang-orang yang mentato dan yang minta ditato, dan orang- orang yang mencukur alis dan yang minta dicukur alisnya dan orang-orang yang mengikir gigiya untuk mempercantik diri dan orang-orang yang merubah ciptaan Allah. (HR. Bukhori (10/306), Mislim (6/166-167))
3. Menyerupai wanita
Jenggot adalah merupakan tanda laki-lakinya, sedang wanita tidak berjenggot, sedangkan menyerupai wanita atau sebaliknya adalah haram, hal ini berdasarkan pada dalil:
Dari Ibnu Abbas dia berkata: Rasulullah melaknat orang laki-laki yang menyerpai wanita dan para wanita menyerupai laki-laki. (HR. Bukhori (10/274), Abu Dawud (2/305), Ad Darimi (2.280-281), Ahmad (no: 1982,2006,2123), Ath Thoyalisy no: 2679)
4. Menyerupai orang-orang kafir
Orang kafir mempunyai ciri yang khas yaitu mencukur jenggot, sedang orang islam memiliki ciri khas yaitu memelihara jenggot, maka dilarang seorang muslim yang menyerupai orang-orang kafir dengan mencukur jenggotnya, ha;l ini berdasar pada dalil dari Abu Huroiroh dan Ibnu ‘Umar di atas

Maroji’ :
Tanbih dzawil uqul bianaliha min sunnair rasul, oleh: Abu Muhammad Isma’il bin masyud bin Ibrahim ar Romih, cetakan pertama TH:1414 H/1993, Penerbit: Darus As Shomi’iy, Riyad., Tamamul Minah (hal:79-83), Jilbabul Ma’atil Musliamh. Oleh Al Bany hal: 185-187.

Bolehkan seseorang itu kencing dengan berdiri?

Pertanyaan:
Bolehkan seseorang itu kencing dengan berdiri?
Jawab:
Berdasarkan sabda Nabi yaitu:
Dari Khudzaifah : Sesungguhnya nabi SAW berhenti di tempat sampah milik suatu kaum, maka beliau kencing dengan berdiri, maka saya menjauhnya, ( menyingkir ) lantas beliau bersabda : mendekatlah, maka saya mendekat dan berdiri di sisi dua tumitnya, maka beliau wudlu’ dan mengusap kedua sepatunya. ( HR. Jama’ah ) Al Bany berkata : Hadits ini shohih, dan tidak diragukan lagi keshohihannya. ( Lihat : Tamamul minah : hal : 65)
Dari hadist diatas dapat kita simpulkan bahwasannya diperbolehkannya kencing berdiri ataupun dengan duduk, namun yang perlu diperhatikan adalah : menjaga dari percikan air kencing. ( Lihat : ‘Irwa’ul Gholil’, ( 1/95) dan As Shohihah (201)
Maroji’ ; Tamamul minah (hal : 64 – 65), Nailul Author (1/99 – 102), Sunan Turmidzi (1/90 – 91), dan ‘Umdatul Ahkam (hal : 41).

Cuplis

Sesaat di Dunia

Rasulullah bersabda, “Apa urusanku dengan dunia dan apa urusan dunia denganku! Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah perumpamaanku dengan dunia kecuali bagaikan seorang yang bepergian pada suatu hari yang terik, lalu berhenti sebentar pada siang hari bernaung di bawah pohon, kemudian beristirahat sejenak dan pergi meninggalkannya”.

Penjelasan Hadist
Allah telah menciptakan manusia dan menjadikkannya sebagai khalifah di muka bumi ini, supaya mereka meramaikan dan memanfaatkan semua yang ada sesuai dengan ketentuan Allah. Dia juga telah mengutus dan mengirim nabi-nabi yang membawa kabar gembira dan berita ancaman (kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi, red.).
Allah juga telah menciptakan bagi manusia segala apa yang membantu mereka dalam menunaikan peranan dan kewajibannya, seperti: matahari, bukan, bintang-bintang, gunung, dan pepohonan. Dia juga telah menentukan ajal bagi manusia supaya manusia dapat merealisasikan – dalam hidupnya – apa yang diminta Allah. Kemudian Allah menjadikan bagi manusia masa lain selain masa sekarang yang pada masa itu mereka mendapat balasan amal perbuatan nya baik berupa pahala maupun siksa, surga ataupun neraka.
Mereka berakal supaya benar-benar waspada terhadap dunia, melemparkannya ke belakang punggung, dan mencari kehidupan akhirat yang merupakan darul qarar. Kalau ingin mengambil bagiannya di dunia, hendaknya mengambil sesuai dengan ukuran yang telah diridhai oleh Allah, dan sekali-kali janganlah manusia itu merasa tenteram dan condong hanya kepada dunia dan meninggalkan akhirat.
Rasulullah telah menerangkan hakikat umur dunia dibandingkan akhirat agar benar-benar tertanam dalam jiwa, bahwa dunia itu hanyalah beberapa saat saja dari siang hari. Beliau mengungkapkan hadist ini dengan jalan permisalan. Beliau mengatakan di bawah pohon adalh menunjukkan masa yang sngat singkat – tidak lebih dari satu jam – untuk melegakan nafas, dan harus kembali meneruskan perjalanan. Perkataan beliau kemudian beristirahat dan meninggalkan pohon adalh perjalanan yang baru di mulai padahal tujuan masih sangat jauh.
Sekilas, memang hadist ini seakan-akan mewajibkan untuk meninggalkan dunia dan berpaling darinya secara total. Akan tetapi dapat disimpulkan bahwa seorang muslim boleh memperoleh dunia menurut kehendknya, dengan dua syarat:
1. Ia memperolehnya dengan jalan masyru’ (tersyari’atkan dalam islam dan diridhai Allah).
2. Hendaknya dunia ini hanya sekedar di tangannya (hatinya tidak terpaut dengan dunia); dunia dicari dan dimiliki dalam rangka mencari dan mengharap ridha Allah, sehingga waktunya tidak habis hanya untuk dunia semata.

Para salafushalih hendaknya diteladani. Dunia bagi mereka hanya sekedar di tangan. Ketika mereka dipanggil untuk berkorban dan berjihad , mereka pun belomba-lomba mengeluarkan hartanya, dan tidak bakhil. Contohnya: Abu Bakar Ash-Siddiq ; beliau memberikan semua hartanya. Ketika ditanya,”Apa yang Engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Dia menjawab,”Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya”.

Banyak nash yang berbicara tentang dunia diantaranya:
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangkan oleh angina. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”(Al-Kahfi:45).
“Dijadikan indah pada (padangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”(Ali Imran:14).


Faidah Hadist
1. Waspada adanya sifat cenderung dan merasa tenteram dengan dunia, sehingga lalai akan pertemuannya dengan Allah dan hari akhirat, sebab dunia ini bukan tempat abadi. Allah berfirman,
“…Katakanlah: ‘Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”(An-Nisaa:77)
2. Bersabar menghadapi kesulitan dan penderitaan hidup sampai kita berjumpa dengan Allah . Sungguh Rsulullah telah mengisyaratkan faidah yang besar dalam dakwah dan pendidikan, ketika memisalkan dirinya sebagai seorang musafir yang mengembara pada waktu panas terik. Manakala ia benar-benar sudah letih, maka ia turun dan beristirahat sebentar, kemudian melanjutkan perjalanan lagi sambil membawa beban berat perjalanan agar ia dapat kembali pulang ke rumah kediamannya. Demikian juga seorang muslim yang hidup di dunia ini, tentu akan mememui kesulitan dan kesusahan, bahkan tidak jarang fitnah dan ujian dating silih berganti. Dan kewajibannya adalah bersabar dan memohon pertolongan kepada Allah . setiap kali rasa lelah dating, ia beristirahat sejenak dan kemudian melanjutkan perjalananya yang masih panjang hingga menemui Rabbnya sebagai seorang mukmin yang sabar menanggung ujian.
3. memfokuskan perumpamaan-perumpamaan dalam berdakwah dan mendidik, sebab hal ini bisa menghindarkan rasa bosan manusia dan juga menjelaskan mekna secara rasional sesuai wawasan seseorang, sehinggga bisa menghujam dalam jiwa dan tidak akan terlipakan selamanya.
Allah berfirman,
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang yang berilmu”(Al-Ankabut:43).

Demikianlah, manusia hidup di dunia hanya sesaat. Akan tetapi yang sesaat itu sngat menentukan bagi masa yang panjang yang tiada berujung (akhirat). Maka sebijak-bijak manusia adalah yang bisa memanfaatkan masa yang pendek itu untuk menanam kabajikan yang banyak sebagai bekal perjalananny ke akhirat. Mari berlomba-lomba! Wallahul musta’an. (ummu asma’)

Rabu, November 26

MANTAN PENDETA ROMA MENJADI PEMBELA SUNNAH

Oleh : Syaikh Amjad bin Imron Salhub
Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat serta salam tetap terlimpahkan atas Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya, serta siapa saja yang mengikuti sunnahnya dan menjadikan ajarannya sebagai petunjuk sampai Hari Kiamat.
Sejarah Islam, baik yang dulu maupun sekarang senantiasa menceritakan kepada kita, contoh-contoh indah dari orang-orang yang mendapatkan petunjuk, mereka memiliki semangat yang begitu tinggi dalam mencari agama yang benar. Untuk itulah, mereka mencurahkan segenap jiwa dan mengorbankan milik mereka yang berharga, sehingga mereka dijadikan permisalan, dan sebagai bukti bagi Allah atas makhluk-Nya.
Sesungguhnya siapa saja yang bersegera mencari kebenaran, berlandaskan keikhlasan karena Allah Ta’aala, pasti Dia ‘Azza Wa Jalla akan menunjukinya kepada kebenaran tersebut, dan akan dianugerahkan kepadanya nikmat terbesar di alam nyata ini, yaitu kenikmatan Islam. Semoga Allah merahmati syaikh kami al-Albani yang sering mengulang-ngulangi perkataan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى نِعْمَةِ اْلإِسْلاَمِ وَالسُنَّةِ
Segala puji bagi Allah atas nikmat Islam dan as-Sunnah
Diantara kalimat mutiara ulama salaf adalah:
إِنَّ مِنْ نِعْمَةِ اللهِ عَلَى اْلأَعْجَمِيِّ وَ الشَابِ إِذَا نَسَكَ أَنْ يُوَافِيَ صَاحِبَ سُنَّةٍ فَيَحْمِلَهُ عَلَيْهَا
Sesungguhnya di antara nikmat Allah atas orang ‘ajam (asing / non Arab) dan pemuda adalah ketika dia beribadah bertemu dengan pengibar sunnah, kemudian dia membimbingnya kepada sunnah Rasulullah.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya
Inilah kalimat tauhid, kalimat yang baik, kunci surga. Kalimat inilah stasiun pertama dari jalan panjang yang penuh dengan onak dan duri, kalimat taqwa bukanlah kalimat yang mudah bagi seorang insan yang ingin menggerakkan lisannya untuk mengucapkannya, demikian juga ketika dia ingin mengeluarkannya dari hatinya yang paling dalam. Karena, ketika seorang insan ingin mengeluarkannya dari hatinya yang paling dalam, maka dia harus mengetahui terlebih dahulu, bahwa kalimat itu keluar dengan seizin Allah Ta’aala.
Demikianlah yang dialami oleh Ibrahim (dulu bernama Danial) -semoga Allah memeliharanya, meluruskannya di atas jalan keistiqomahan, serta menutup lembaran hidupnya diatas Islam-.
Inilah dia yang akan menceritakan kepada kita, bagaimana dia meninggalkan agama kaumnya (Nashrani) menuju Islam, dan bagaimana dia telah mengorbankan kekayaan ayahnya serta kemewahan hidupnya, di suatu jalan (hakekat terbesar), demi mencari kebebasan akal dan jiwa.
Ibrahim (dulu bernama Danial) -semoga Allah memeliharanya, dan mengokohkannya di atas jalan keistiqomahan- menceritakan:
Saya adalah seorang lelaki dari keluarga Roma, seorang anak dari keluarga kaya, semasa kecil, saya hidup dengan kemewahan dan kemakmuran. Demikianlah, kulalui masa kecilku. Ketika masa remaja pun, saya banyak menghabiskan waktu dengan kemewahan bersama teman-temanku, ketika itu saya memiliki sebuah mobil mewah dan uang, sehingga saya bisa memiliki segala sesuatu dan tidak pernah kekurangan.
Akan tetapi sejak kecil, saya senantiasa merasa bahwa dalam kehidupan ini ada yang kurang, dan saya yakin bahwa ada sesuatu yang salah di dalam hidupku, serta suatu kekosongan yang harus kupenuhi, karena semua sarana kehidupan ini bukanlah tujuanku. Saya mulai tertarik dengan agama, dan mulailah kubaca Injil, pergi ke gereja, serta kusibukkan diriku dengan membaca buku-buku agama Kristen. Dari buku-buku yang kubaca tersebut, mulai kudapatkan sebagian jawaban atas berbagai pertanyaanku, akan tetapi tetap saja belum sempurna.
Dahulu, saya bangun pagi setiap hari dan pergi ke pantai, saya merenungi laut sambil membaca buku-buku dan beribadah. Setelah dua bulan dari permulaan hidupku ini, saya merasa mantap bahwa saya tidak mampu terus menerus menjalani hidupku seperti biasanya setelah beragama. Ketika itu, saya mendatangi ayahku dan kukabarkan kepadanya bahwa saya tidak bisa melanjutkan bekerja dengannya. Saya juga pergi mendatangi ibu dan saudari-saudariku dan kukabarkan kepada mereka bahwa saya telah mengambil keputusan untuk meninggalkan mereka.
Kemudian kusiapkan tasku, lalu naik kereta tanpa kuketahui ke mana saya hendak pergi, hingga saya tiba di kota Polon, kemudian saya masuk ke ad-dir (Istilah untuk gereja yang terpencil di pedalaman. – pent.) di sana, lalu naik gunung yang tinggi. Saya menetap di gunung selama kira-kira sebulan, saya tidak berbicara dengan siapapun, saya hanya membaca dan beribadah.
Sekitar tiga tahun, saya senantiasa berpindah-pindah dari satu ad-dir ke ad-dir yang lain. Saya membaca dan beribadah, berbeda dengan para pendeta yang mereka tidak bisa meninggalkan ad-dir mereka, karena saya tidak pernah memberikan janji untuk menjadi seorang pendeta di suatu ad-dir tertentu, dan janji tersebut akan menghalangiku untuk keluar masuk darinya.
Setelah itu, saya memutuskan untuk berkeliling ke pelbagai negeri, maka saya memulai perjalanan panjangku dari Italia melalui Slovania, Hungaria, Nimsa, Romania, Bulgaria, Turki, Iran, Pakistan, dari sana menuju India. Semua perjalanan ini saya tempuh melalui jalur darat. Saya mendengar suara adzan di Turki, dan saya sudah pernah mendengarnya di Kairo (Mesir) pada perjalananku sebelumnya, akan tetapi kali ini sangat berkesan, sehingga saya mencintainya.
Dalam perjalanan pulang, saya bertemu dengan seorang muslim Syi’ah di perbatasan Iran dan Pakistan. Dia dan temannya menjamuku dan mulai menjelaskan kepadaku tentang Islam versi Syi’ah. Keduanya menyebutkan Imam Duabelas dan mereka tidak menjelaskan kepadaku tentang Islam dengan sebenarnya, bahkan mereka menfokuskan pada ajaran Syi’ah dan Imam Ali, serta tentang penantian mereka terhadap seorang Imam yang ikhlas, yang akan datang untuk membebaskan manusia.
Semua diskusi tesebut sama sekali tidak menarik perhatianku, dan saya belum mendapatkan jawaban atas berbagai pertanyaanku dalam rangka mencari hakekat kebenaran. Orang Syi’ah itu menawarkan kepadaku untuk mempelajari Islam di kota Qum, Iran, selama tiga bulan tanpa dipungut biaya, akan tetapi saya memilih untuk melanjutkan perjalananku dan kutinggalkan mereka.
Kemudian saya menuju India, dan ketika saya turun dari kereta, pertama yang kulihat adalah manusia yang membawa kendi-kendi di pagi hari sekali dengan berlari-lari kecil menuju ke dalam kota, maka kuikuti mereka dan saya melihat mereka berthowaf mengelilingi sapi betina yang terbuat dari emas, ketika itu saya sadar bahwa India bukanlah tempat yang kucari.
Setelah itu, saya kembali ke Italia dan dirawat di rumah sakit selama sebulan penuh. Hampir saja saya meninggal dikarenakan penyakit yang saya derita ketika di India, akan tetapi Allah telah menyelamatkanku. Alhamdulillah.
Saya keluar dari rumah sakit menuju rumah, dan mulailah saya berpikir tentang langkah-langkah yang akan saya ambil setelah perjalanan panjang ini, maka saya memutuskan untuk terus dalam jalanku mencari hakekat kebenaran. Saya kembali ke ad-dir dan mulailah kujalani kehidupan seorang pendeta di sebuah ad-dir di Roma. Pada waktu itu, saya telah diminta oleh para pembesar pendeta di sana untuk memberikan kalimat dan janji. Pada malam itu, saya berpikir panjang, dan keesokan harinya saya memutuskan untuk tidak memberikan janji kepada mereka, lalu kutinggalkan ad-dir tersebut.
Saya merasa ada sesuatu yang mendorongku untuk keluar dari ad-dir, setelah itu saya menuju al-Quds karena saya beriman akan kesuciannya. Maka mulailah saya berpergian menuju al-Quds melalui jalur darat melewati berbagai negeri, sampai akhirnya saya tiba di Siria, Lebanon, Oman, dan al-Quds. Saya tinggal di sana seminggu, kemudian saya kembali ke Italia, maka bertambahlah pertanyaan-pertanyaanku, saya kembali ke rumah lalu kubuka Injil.
Pada kesempatan ini, saya merasa berkewajiban untuk membaca Injil dari permulaannya, maka saya memulai dari Taurat, menelusuri kisah-kisah para nabi Bani Israil. Pada tahap ini, mulai nampak jelas di dalam diriku makna-makna kerasulan hakiki yang Allah mengutus kepadanya, mulailah saya merasakannya, sehingga muncullah berbagai pertanyaan yang belum saya dapatkan jawabannya, saya berusaha menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut dari perpustakaanku yang penuh dengan buku-buku tentang Injil dan Taurat.
Pada saat itu, saya teringat suara adzan yang pernah kudengar ketika berkeliling ke berbagai negeri serta pengetahuanku bahwa kaum muslimin beriman terhadap Tuhan yang satu, tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. Dan inilah yang dulu saya yakini, maka saya berkomitmen: Saya harus berkenalan dengan Islam, kemudian mulailah kukumpulkan buku-buku tentang Islam, di antara yang saya miliki adalah terjemahan al-Qur’an dalam bahasa Italia, yang pernah saya beli ketika berkeliling ke berbagai negeri.
Setelah kutelaah buku-buku tersebut, saya berkesimpulan bahwa Islam tidak seperti yang dipahami oleh mayoritas orang-orang barat, yaitu sebagai agama pembunuh, perampok, dan teroris akan tetapi yang saya dapati adalah Islam itu agama kasih sayang dan petunjuk, serta sangat dekat dengan makna hakiki dari Taurat dan Injil.
Kemudian saya putuskan untuk kembali ke al-Quds, karena saya yakin bahwa al-Quds adalah tempat turunnya kerasulan terdahulu, akan tetapi kali ini saya menaiki pesawat terbang dari Italia menuju al-Quds. Saya turun di tempat turunnya para pendeta dan peziarah di bawah panduan hause bus Armenia di daerah negeri kuno. Di dalam tasku, saya tidak membawa sesuatu kecuali sedikit pakaian, terjemahan al-Qur’an, Injil dan Taurat. Kemudian saya mulai membaca lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi, saya membandingkan kandungan al-Qur’an dengan isi Taurat dan Injil, sehingga saya berkesimpulan bahwa kandungan al-Qur’an sangat dekat dengan ajaran Musa dan Isa ‘alaihimassalaam yang asli.
Selanjutnya, saya mulai berdialog dengan kaum muslimin untuk menanyakan kepada mereka tentang Islam, sampai akhirnya saya bertemu dengan sahabatku yang mulia Wasiim Hujair, kami berbincang-bincang tentang Islam. Saya juga banyak bertemu dengan teman-teman, mereka menjelaskan kepada saya tentang Islam. Setelah itu, saudara Wasiim mengatakan kepadaku bahwa dia akan mengadakan suatu pertemuan antara saya dengan salah seorang dari teman-temannya para da’i.
Pertemuan itu berlangsung dengan saudara yang mulia, Amjad Salhub, kemudian terjadilah perbincangan yang bagus tentang agama Islam. Di antara perkara yang paling mempengaruhiku adalah kisah sabahat yang mulia, Salman al-Farisi, karena di dalamnya ada kemiripan dengan ceritaku tentang pencarian hakekat kebenaran.
Kami berkumpul lagi dalam pertemuan yang lain dengan saudara Amjad beserta teman-temannya, di antaranya fadhilatusy Syaikh Hisyam al-‘Arif –hafizhahullah-, maka berlangsunglah dialog tentang Islam dan keagungannya, kebetulan ketika itu saya memiliki beberapa pertanyaan yang kemudian dijawab oleh Syaikh.
Setelah itu, saya terus menerus berkomunikasi dengan saudara Amjad yang dengan sabar menjelaskan jawaban atas mayoritas pertanyaan-pertanyaanku. Pada saat seperti itu di depan saya ada dua pilihan, antara saya mengikuti kebenaran atau menolaknya, dan saya sama sekali tidak sanggup menolak kebenaran tersebut setelah saya meyakini bahwa Islam adalah jalan yang benar.
Pada saat itu juga, saya merasakan bahwa waktu untuk mengucapkan kalimat tauhid dan syahadat telah tiba. Ternyata tiba-tiba saudara Amjad mendatangiku bertepatan dengan waktu dikumandangkannya adzan untuk shalat zhuhur. Waktu itu benar-benar telah tiba, sehingga tiada pilihan bagiku kecuali saya mengucapkan:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya
Maka serta merta saudara Amjad memelukku dengan pelukan yang ramah, seraya memberikan ucapan selamat atas keIslamanku, kemudian kami sujud syukur sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah atas anugerah nikmat ini. Kemudian saya diminta mandi. Sebagaimana hadits Qoish bin ‘Ashim, ketika beliau masuk Islam, Rasulullah memerintahkannya untuk mandi dengan air yang dicampur bidara. (HR. An-Nasai, at-Turmudzi dan Abu Dawud. Dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Irwaa’ (128)) Dan berangkat ke al-Masjid al-Aqsho untuk menunaikan shalat Zhuhur.
Di tempat tersebut setelah shalat, saya menemui jamaah shalat dengan syahadat, yaitu persaksian kebenaran dan tauhid yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Setelah saya mengetahui bahwa siapa saja yang masuk Islam wajib baginya berkhitan, maka segala puji dan anugerah milik Allah, saya tunaikan kewajiban berkhitan tersebut sebagai bentuk meneladani bapaknya para nabi, yaitu Ibrahim yang melakukan khitan pada usia 80 tahun (Sebagaimana Rasulullah bersabda: “Ibrahim berkhitan ketika umur 80 tahun dengan ‘al-Qoduum’ (nama alat atau tempat)”. (HR. Al-Bukhori dan Muslim)).
Itulah diriku, saya telah memulai hidup baru di bawah naungan agama kebenaran, agama yang penuh dengan kasih sayang dan cahaya. Saya senantiasa menuntut ilmu agama dari kitab Allah Ta’aala dan sunnah Rasulullah sesuai dengan manhaj (metode) salaf (pendahulu) umat ini, dari kalangan para sahabat beserta siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik sampai Hari Kiamat.
Segala puji bagi Allah atas anugerah Islam dan as-Sunnah.
Dialihbahasakan oleh Abu Zahro Imam Wahyudi Lc. dari majalah ad-Da’wah as-Salafiyah-Palestina edisi perdana, Muharram 1427 H halaman: 21-24.

Kesalahan-kesalahan Dalam Romadhon

Segala puji bagi Alloh Robb yang patut disembah dengan haq. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad.
Shohibuddin, tak terasa Romadhon kembali hadir, selayaknya kita ucapkan syukur atas limpahan karunia Alloh yang mulia ini. Karena kita masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan bulan yang mulia ini. Dimana pada bulan ini, Al-Qur-an diturunkan, pahala amalan sunnah kita dihitung sebagai ibadah wajib dan amalan wajib kita dilipat gandakan sampai beribu-ribu derajat. Subhaanalloh.
Pada bulan ini semua umat muslim berlomba-lomba dalam berbuat amal kepada Robbnya. Namun masih banyak di antara kaum muslimin saat ini yang salah dalam melakukan amalan-amalan tersebut atau biasa dikenal dengan istilah bid’ah. Islam senantiasa mengumandangkan pentingnya ilmu sebagai landasan berucap dan beramal. Maka bisa dibayangkan, amal tanpa ilmu hanya akan berbuah penyimpangan. Bukannya menerima surga sebagai balasannya malah terjerumus ke dalam siksa api neraka.
Maka dari itu, Bang Udin pengin sedikit memperjelas penyimpangan-penyimpangan tersebut menurut pandangan para Salafush Sholih.

1. Kesalahan penggunaan hisab dalam menentukan awal Romadhon dan Syawal

Alloh Subhaanahu wa Ta’aala menegaskan: “Maka barangsiapa dari kalian menyaksikan bulan, maka hendaknya ia berpuasa.” [Al-Baqoroh: 185]
Nabi telah memberikan bimbingan dalam menentukan awal bulan Hijriyyah.
“Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasululloh j menjelaskan Romadhon, maka beliau mengatakan: ‘Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka sehingga kalian melihatnya. Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah.’ ” [HR. Al-Bukhori dan Muslim, Hadits Shohih]
Dan hadits yang semacam ini cukup banyak, baik dalam Shohih Al-Bukhori dan Muslim maupun yang lain.
Ayat dan hadits di atas sangatlah jelas menunjukkan bahwa masuknya Romadhon terkait dengan melihat atau menyaksikan hilal dan tidak dikaitkan dengan menghitung, menjumlah, atau dengan cara yang lainnya. Kemudian perintah berpuasa dikaitkan dengan syarat melihat hilal ini, maka hal ini menunjukkan wajibnya penentuan masuknya Romadhon dengan melihat hilal tersebut.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahullohu berkata: “Tentang hisab, tidak boleh beramal dengannya dan bersandar padanya.” [Fatawa Romadhon, 1/62]. Dan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Sesungguhnya Nabi memerintahkan kaum muslimin untuk (mereka berpuasa karena melihat hilal dan berbuka karena melihat hilal, maka jika mereka tertutup olah awan hendaknya menyempurnakan jumlahnya menjadi 30) [Muttafaqun ‘alaihi]

2. Kesalahan meninggalkan makan sahur

Ada banyak dalil yang menunjukkan sunnahnya makan sahur, di antaranya Rasulullah bersabda: “Makan sahurlah kalian karena pada makanan sahur itu ada berkah.” [HR. Al-Bukhori dan Muslim, dari Anas bin Malik]
Dan para ulama telah bersepakat akan disunnahkannya makan sahur.

3. Kesalahan mempercepat makan sahur dan mengakhirkan berbuka

Di antara sunnah Rosululloh adalah mengakhirkan makan sahur, dimana selang waktu antara waktu selesainya beliau makan sahur dengan waktu sholat subuh, adalah sekitar membaca 50 ayat yang sedang (tidak panjang dan tidak pendek). Zaid bin Tsabit d bercerita: “Kami bersahur bersama Rosululloh j kemudian kami berdiri untuk sholat. Saya (Anas bin Malik) berkata: ‘Berapakah jarak antara keduanya (antara sahur dan adzan)?’, dia (Zaid bin Tsabit) menjawab: ‘Lima puluh ayat.’ ” [HR. Al-Bukhori dan Muslim]
Mengakhirkan berbuka juga menyelisihi tuntunan Rosululloh bahkan yang disunnahkan adalah mempercepat buka puasa ketika yakin matahari telah terbenam. Rosululloh bersabda: “Terus-menerus manusia akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka.” [HR. Al-Bukhori dan Muslim]
Nabi bersabda: “Segeralah berbuka dan akhirkan sahur.” [Shohih, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah]
Dari Abu ‘Athiyyah, ia mengatakan: “Aku katakan kepada ‘Aisyah: ‘Ada dua orang di antara kami, salah satunya menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, sedangkan yang lain menunda berbuka dan mempercepat sahur.’ ‘Aisyah mengatakan: ‘Siapa yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur?’ Aku menjawab: ‘Abdulloh bin Mas’ud.’ ‘Aisyah lalu mengatakan: ‘Demikianlah dahulu Rosululloh j melakukannya.’ ” [HR. At-Tirmidzi, Hadits hasan shohih]
Imam An-Nawawy rohimahullohu berkata: ”Hadits ini menunjukkan sunnahnya mengakhirkan sahur.”

4. Kesalahan menjadikan tanda imsak sebagai batasan sahur

Padahal Alloh Subhaanahu wa Ta’aala telah menegaskan: “Dan makan minumlah kalian hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” [Al-Baqoroh: 187]
Dan juga hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah secara marfu’: “Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari maka makanlah dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.”
Ibnu Hajar (salah satu ulama besar madzhab Syafi’i) dalam Fathul Bari, syaroh Shohih Al-Bukhori juga mengingkari perbuatan semacam ini. Bahkan beliau menganggapnya termasuk bid’ah yang mungkar. Oleh karenanya, wahai Shohibuddin, mari kita bersihkan amalan kita, selaraskan dengan ajaran Nabi kita, kapan lagi kita memulainya (jika tidak sekarang)?
Maka ayat dan hadits di atas, tegas menunjukkan pembolehan makan sahur sampai terbit fajar yang ditandai dengan adzan kedua, karena adzan dalam syari’at ada dua kali, yaitu adzan pertama dan adzan kedua.

5. Kesalahan dalam niat

a. Tidak berniat untuk puasa, sangkaan bahwa waktu berniat untuk puasa hanya syah jika dilakukan pada saat makan sahur, tidak berniat untuk puasa
Ketiga poin di atas terambil dari perkataan Ibnu ‘Umar dan Hafshoh yang mempunyai marfu’: “Siapa yang tidak berniat puasa sejak malam, maka tidak ada puasa baginya.”
Hadits ini menunjukkan tiga perkara: (1) Tidak ada puasa bagi orang yang tidak berniat, (2) Syahnya puasa jika diniatkan sejak dari malam hari, (3) Wajibnya niat untuk berpuasa besok setiap malam dalam bulan Romadhon dan tidak mencukupkan dengan satu kali niat di awal Romadhon untuk satu bulan penuh, dan pendapat ini adalah yang paling kuat di antara para ulama. Wallohu a’lam.

b. Melafazhkan niat saat berpuasa
Perkara melafazhkan niat merupakan bid’ah dan tidak pernah disyari’atkan dalam agama, hal itu karena niat tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan orang-orang yang berakal dan perbuatan ini tidak pernah disyari’atkan oleh Rosululloh dan sahabat beliau sama sekali.
Itulah beberapa kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kaum muslimin saat ini. Untuk itu hendaknya kita lebih berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan. Apakah amalan yang kita lakukan itu dinashkan dalam Al-Qur-an dan disyari’atkan oleh Rosululloh Muhammad. Ataukah hanya perbuatan mengada-ada tanpa syari’at, yang nantinya akan menjerumuskan kita ke dalam neraka? Na’uudzu billahi min dzalik.
Akhirnya, Bang Udin memohon kepada Alloh agar melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk menghindari atau meninggalakan kesalahan-kesalahan di atas dan kesalahan-kesalahan lain. Amin, Ya robbal alamiin.

Maroji’ :
1. http://mediamuslim.org.id oleh Al-Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari
2. Al-Atsariyyah Volume 04. Th. 1/1427 H/2006 M

Melirik Sang Waktu

Adzan seseorang ketika terlahir bayi
Dan akhir dari sholat sampai mati
Menunjukkan masa hidupnya yang singkat
Sebagaimana singkatnya masa,
antara adzan hingga sholat didirikan

Ulat berubah, kupu-kupu indah setelah lewati kesabaran, juga ufuk timur yang kian benderang setelah mentari dipanggil sang jago. Dan semuanya, tak luput dari sebuah waktu yang terus maju, tanpa ragu.
Cepat sekali waktu berlalu, mungkin tak pernah berhenti. Jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik, semuanya senantiasa berubah. Waktu tak dapat ditunda, tak dapat ditahan, dan tak mungkin ada yang mampu mengulang. Itu artinya, usia kita berkurang. Dan kita...semakin dekat dengan kematian.
“Mati !?”
Ketika seseorang dihadapkan pada kata itu, banyak yang berpendapat,
“Kalau sekarang..., nggak mungkin!! Buktinya aku masih bisa mbaca, sluruh tubuhku juga masih utuh, dan aku nggak sakit!”
Bila mereka beranggapan seperti itu, salah. Memang jasad kita masih utuh dan nggak sakit, tapi hati kita yang berpenyakit.
Andai saja batas umur kita bukan sekarang...,
adakah di antara kita yang tidak punya dosa?
lalu... apa kamu yakin sudah bertaubat?
tak hanya itu, apa kamu yakin seluruh amalmu pasti diterima?
Dan semuanya, hanya berujung pada Yang Maha Esa.
Kamu mau kan.., melihat wajah Alloh di surga?

“ Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila sunyi, Robbmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci kepadamu.” (Adh-Dhuhaa: 1-3)
Rosululloh bersabda, “Tiada hari dimana fajarnya telah menyingsing, maka ia berseru, ‘wahai sekalian anak Adam, aku adalah makhluk baru, sebagai saksi.”

Hasan Al-Bashri pernah berkata, “Wahai anak-anak Adam, sesungguhnya dirimu tak lain laksana hari-hari. Jika berlalu satu hari saja, maka telah hilang sebagian dari dirimu.”
Dari kedua perkataan tersebut, dapat kita ambil sebagai pelajaran bahwa permasalahan terbesar setiap orang adalah :
- Ketika kecepatan umur dan waktu hidupnya tidak lebih baik daripada kecepatannya untuk mendekatkan diri kepada Alloh.
- Ketika jumlah detak jantung dan aliran darah yang dipompa dalam tubuhnya tak sebanyak gerak dan pikirnya untuk menjauhkan diri dari maksiat.
- Ketika usia yang terbatas ini tidak berfungsi sebagai pelindung diri dari beratnya adzab dan siksa Alloh.
Mungkinkah ada jaminan bahwa kita pasti mendapatkan nikmat-Nya di akhirat, atau malah sudah pasrah dengan neraka sebagai rumah abadinya kelak...na’uudzu billah...
Tak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan. Sekarang dan jangan tunda-tunda lagi! Semoga Alloh ridho dan meneguhkan kekuatan kita untuk melakukan yang kita niatkan. Amin.
Dalam kesadaran, bahwa setiap detik penuh dengan makna.

Banyak Maksiat Bikin Hati Hitam Pekat

Pernah ga temen-temen ngrasa ga tenang, gelisah, buat konsentrasi dikit pas pelajaran aja susah, apalagi buat ngehafalin pelajaran. Belum sarapan bisa bikin pikiran ruwet kayak gitu. Tanggal tua mungkin juga memicu pikiran amburadul seperti di atas. Ada juga yang bikin hati ga tenang, pikiran ruwet, tapi sering terlupa kalo hal itulah penyebabnya, yaitu kemaksiatan. Masa sih?
Ini salah satu buktinya. Dulu kala, Imam Syafi’i yang sudah kita kenal sangat cerdas ilmu-ilmu agama itu pernah merasa tak secerdas biasanya. Lalu, beliau pun mendatangi guru beliau, Imam Waqi’i. Imam Waqi’i menasehati Syafi’i agar meninggalkan perbuatan maksiat, karena ilmu merupakan cahaya, dan tak diberikan kepada orang yang bermaksiat. Imam Syafi’i lalu ingat apa yang telah beliau lakukan sebelumnya. Ternyata beliau telah melihat sesuatu yang harom. Beberapa waktu sebelumnya beliau melihat betis seorang wanita yang kainnya tersingkap. Akibatnya hilanglah kemampuan menghafalnya.
Hiii...!!!. Lalu, bagaimana dengan zaman sekarang yang tak hanya betis saja yang kelihatan? Singkat kata, maksiat itu mewariskan kegelapan pada pelakunya. Kalo hati sudah tertutup kegelapan, ia akan susah dimasuki cahaya ilmu.
Kisah Imam Syafi’i di atas merupakan bukti firman Alloh berikut ini:
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka” [Al-Muthoffifiin: 14]
Demikian juga sabda Rosululloh j: “Sesungguhnya jika seorang mukmin mengerjakan dosa, maka ada noda hitam di hatinya. Jika ia bertobat dan beristighfar, maka hatinya jadi bersih. Jika dosanya bertambah, bertambah pula noda hitamnya, hingga menutupi hatinya.” [HR. Tirmidzi dan Nasa’i]
Kalau demikian, kita mesti tahu maksiat-maksiat yang biasa terjadi di kalangan remaja. Bukan untuk dilakukan, tapi sebisa mungkin untuk dihindari.

Sia-Sia

Waktu luang enaknya ngapain? Nongkrong, main game, tiduran, ngobrol, MXit-an, liat film, dan aktivitas santai lainnya merupakan pilihan utama sebagian besar anak muda. Kalo waktu begituan dijumlah dalam sepekan, kita akan mendapatkan hasil yang fantastis, yang bisa bikin kita menyesal kenapa kita menelantarkan waktu. Coba deh, hitung sendiri angka santaimu per hari dan jumlahkan ada berapa jam yang terbuang percuma dalam sepekan.
Rosululloh j bersabda: “Termasuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tiada bermanfaat.” [HR. Tirmidzi]
Ingatlah bahwa Alloh telah bersumpah dengan waktu, ini menunjukkan betapa pentingnya waktu bagi kita. Jangan sampai kita enteng-enteng saja berbuat sesuatu tanpa tahu kalau itu perbuatan sia-sia sedangkan kita menganggap bahwa kita telah berbuat sesuatu yang bermanfaat.
Alloh berfirman:
“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” [Al-Kahfi: 104]

Gaul

Sekarang, remaja ga gaul dikatakan ketinggalan zaman. Remaja harus punya banyak teman, baik itu cowok ato’ cewek. Lebih gaul lagi kalo punya pacar.
Di balik konsep gaul tersebut, tersimpan bahaya yang besar. Kalau gaulnya seperti itu pasti akan banyak sekali kontak dengan lawan jenis, dari sekedar pandangan sampai yang lebih berbahaya.
Untuk masalah memandang saja, Rosululloh j bersabda: “Pandangan merupakan anak panah yang terlepas dari anak-anak panah iblis.”
Sedangkan Alloh memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan. Sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” [An-Nuur: 30-31]
Kalo udah pacaran, tentu lebih hebat lagi bahayanya, selain sulit untuk menundukkan pandangan, bersepi-sepian berdua biasanya juga dilakukan.
Rosululloh j bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan wanita. Sesungguhnya setan adalah orang yang ketiganya.” [Hadits Nabi ada di Silsilah Ahadits Shohihah 430]

Cerita dan Canda

Tidak lepas dari dunia remaja adalah banyaknya cerita-cerita, entah itu cerpen, novel, komik, film, sandiwara, sinetron. Tak hanya menjadi penikmat, ada juga remaja yang suka bikin cerita pendek, nulis novel, main teater, sinetron, dan film.
Jangan kira cerita-cerita itu ga bermasalah. Orang yang bikin cerita khayalan (baca: dusta) untuk hiburan sudah dicap sebagai orang yang celaka oleh Rosululloh j, sebagaimana sabda beliau: “Celakalah orang yang bercerita lalu berbohong untuk membuat orang lain tertawa. Celaka dia! Celaka dia!” [HR. Tirmidzi]
Lho? Apa Rosululloh dan para shahabat ga pernah bercanda? Pernah sih, tapi Rosululloh j bercanda dengan mengatakan yang benar. Dari Abu Huroiroh d: “Para sahabat berkata: ‘Ya Rosululloh, engkau mencandai kami?’ Rosululloh j menegaskan: ‘Ya, hanya saja aku tidak pernah berkata kecuali dengan perkataan yang benar.’ ”
Selain masalah di atas, kebanyakan tertawa juga bikin masalah yang sangat merugikan. Rosululloh j bersabda: “Dan janganlah memperbanyak tertawa, karena banyak tertawa mematikan hati” [HR. Tirmidzi]
Untuk masalah sandiwara, ada hadits shohih yang mencela orang menirukan gerakan orang lain. Dari ‘Aisyah bahwa Rosululloh bersabda: “Sungguh saya tidak suka menirukan seseorang dan sungguh bagi saya seperti ini dan seperti ini.” [HR. Ahmad dan Tirmidzi]

Dandan

Satu lagi yang tak lepas dari dunia remaja, yaitu mode. Tahun berganti, berganti pula model dandanan, pakaian, celana, model rambut. Baju yang dulu dipake anak umur 10 tahun, sekarang mulai dipake remaja putri umur 20-an tahun. Kini, ga hanya telinga yang dibolong, lidah pun diberi anting-anting, entah itu cewek ato cowok.
Semua itu notabene diimpor dari budaya kafir. Bahayanya, bila kita meniru-niru mereka, bisa-bisa kita termasuk golongan mereka.
Rosululloh j bersabda: “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut.” [HR. Abu Dawud]
Mode dandanan remaja sekarang ini juga terbolak-balik. Yang laki-laki berdandan feminim kayak perempuan, yang perempuan berdandan tomboy kayak laki-laki. Jadilah perempuan menyerupai laki-laki dan sebaliknya.
Berkata Ibnu Abbas d, “Rosululloh melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki” [HR. Bukhori]

Ganti saja

Aduh... kok banyak banget sih penggelap-penggelap hati ini! Kalo diteruskan, bisa-bisa hati kita benar-benar tertutup akan kebenaran. Wal iyadzu billah! Nah, trus bagaimana?
Sebenarnya untuk masalah harom, Alloh telah menggantinya dengan sesuatu yang halal. Sesuatu yang halal ini bisa kamu kerjakan lebih asyik daripada mengerjakan yang harom tersebut. Selain asyik, tentu saja kamu nggak mendapat dosa, malah insya Alloh akan dapat pahala.
Misalnya saja, untuk mengisi waktu luang pas istirahat, kamu bisa mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, seperti sholat Dhuha, baca-baca buku agama di masjid An-Nuur kita tercinta, ikut ta’lim harian, de el el.
Kemudian, daripada gaul bermasalah dengan lawan jenis, sekalian saja lanjutkan ke gerbang pernikahan, dijamin halal dan bisa ngapa-ngapain berdua. Kalo belum siap, secara kita kan masih sekolah, berpuasalah dahulu. Demikian tuntunan Rosululloh j.
Yang suka cerita bisa ganti membaca cerita-cerita orang sholih zaman dahulu. Ada siroh nabi yang perlu dibaca, ada kisah ulama-ulama salaf yang penuh hikmah. Kisah-kisah ini merupakan kisah nyata. Selain isinya menyentuh, hikmahya pun bisa kita ambil dan kita terapkan dalam kehidupan. Ga seperti kisah-kisah khayalan.
Untuk masalah dandan, umat Islam sebenarnya bisa tampil beda. Dengan keadaan zaman sekarang ini, orang yang memakai pakaian syar’i tentu langka, sang pemakai pun pasti tampil beda. Tapi niat pake pakaian syar’i tentu bukan karena ingin tampil beda, harus dengan niat karena tampil syar’i merupakan ibadah yang harus dilaksanakan.
Jadi, ga ada jalan lain kecuali berhijroh, meninggalkan yang harom dan melaksanakan aktivitas yang halal.
Emang sih, hati kita hanya segumpal daging. Namun, hati punya kedudukan yang istimewa. Kalo ga hati-hati merawat hati tentu bisa bikin sakit hati. Sakit hati karena maskiat bukan masalah yang sepele. Ayo, shohibuddin tercinta, sama-sama bersihkan hati kita dari penyakit maksiat!
Maroji’:
Al-Qur-anul Karim
Elfata vol. 4 No.12/2004

WASIAT SEBELUM TIDUR

"Ali berkata: Fathimah mengeluhkan alat penggiling yang dialaminya. Lalu pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangai Nabi. Maka Fathimah pergi ke rumah Nabi, namun tidak bertemu dengan beliau. Dia mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya. Tatkala Nabi tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah kepada beliau. Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak berangkat tidur. Lalu aku siap berdiri, namun beliau berkata: 'Tetaplah di tempatmu'. Lalu beliau duduk di tengah kami, sehingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata: 'Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu". [Hadits Shahih, riwayat Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Baihaqy]
Wahai Ukhti Muslimah!
Inilah wasiat Nabi bagi putrinya yang suci, Fathimah, seorang pemuka para wanita penghuni surga. Maka marilah kita mempelajari apa yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita dari wasiat ini.
Fathimah merasa lelah karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, berupa pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, terutama pengaruh alat penggiling. Maka dia pun pergi menemui Rasulullah untuk meminta seorang pembantu, yakni seorang wanita yang bisa membantunya.
Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah (Ummul Mukminin). Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala beliau tiba, Aisyah mengabarkan urusan Fathimah.
Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Dan memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, ada pula dari kaum wanitanya. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual, dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan kecuali dari apa yang diberikan Rasulullah. Lalu beliau pergi ke rumah Ali, suami Fathimah, yang saat itu keduanya siap hendak tidur. Beliau masuk rumah Ali dan Fathimah setelah meminta izin dari keduanya. Tatkala beliau masuk, keduanya bermaksud hendak berdiri, namun beliau berkata: "Tetaplah engkau di tempatmu". "Telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau datang untuk meminta. Lalu apakah keperluanmu?".
Fathimah menjawab:"Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku".
Beliau berkata: "Mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu?". Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir, dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. "Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu".
Boleh jadi engkau bertanya-tanya apa hubungan antara pembantu yang diminta Fathimah dan dzikir? Orang yang banyak dzikir sebelum berangkat tidur, tidak akan merasa letih. Sebab Fathimah mengeluh letih karena bekerja. Lalu beliau mengajarkan dzikir itu. Begitulah yang disimpulkan Ibnu Taimiyah. Ibnul Qayyim mengisahkan tentang gurunya (Ibnu Taimiyyah, wafat 728 H) bahwa beliau sangat memperhatikan dzikir-dzikir sebelum tidur, dan beliau pun jarang kelelahan. Beliau dapat menulis satu kitab dalam satu hari, padahal kitab tersebut diselesaikan juru tulis pada zaman itu selama satu minggu, dan tulisan beliau sangat bagus. Sampai sekarangpun masih kita dapatkan kitab-kitab beliau sangat banyak.
Begitulah wahai Ukhti Muslimah, wasiat Nabi yang disampaikan kepada salah seorang pemimpin penghuni surga, Fathimah, yaitu berupa kesabaran yang baik. Perhatikanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti, dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Maka mengapa engkau tidak menirunya?
Maraji’: Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Lin Nisa, Edisi Indonesia: Lima Puluh Wasiat Rasulullah Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim