Sabtu, Desember 6

Batalkah wudhu seseorang ysng terkena kotoran hewan ?

Pertanyaan:
Batalkah wudhu seseorang ysng terkena kotoran hewan ?
Jawab;
Untuk menghukumi batal tidaknya wudlu’ dengan sebab terkena kotoran hewan, maka dijelaskan terlebih dahulu tentang najis tidaknya kotoran hewan tersebut sebagai berikut :
a. Hewan yang boleh dimakan dagingnya, seperti unta, sapi, kerbau, atau yang lain maka kotoran hewan tersebut tidak najis, hal tersebut berdasar pada dalil :
Dari Anas bin Malik : Sesungguhnya ada serombongan orang dari ukal (Urainah) yang datang ke Madinah, maka mereka terkena penyakit perut (mulas)
Lalu Rasulullah SAW memerintahkan untuk mencari unta yang memiliki susu , kemudian beliau memerintah mereka agar memeras (susu unta tersebut) serta meminum susu serta kencing unta tersebut (HR. Bukhari Muslim)
Imam Asy Syaukany berkata : dan sungguh hadits ini adalah dalil bahwa kencing binatang ynag dimakan dagingnya adalah suci, dan ini adalah pendapat dari Al Utroh, An Nakh’iyi, Al Auzaiy, Az Zuhry, Imam Malik, Ahmad, Muhammad, Zafar, dan sekelompok salaf serta disepakati oleh para pengikut Imam Syafi’iy diantaranya adalah Ibnu Kuzaimah, Ibnul Mundzir, Ibnu Hibbah, Al Ishthohry dan Ar Ruyany, adapun tentang unta maka sudah ada nashnya sedang yang lain yang dagingnya boleh dimakan maka diqiyaskan dengan unta. (lihat Nailul Author 1/59-60)
b. Hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, seperti babi dan juga kototran manusia, maka ini adalah najis, hal ini berdasar pada dalil berikut :
Dari Anas dia berkata : kami tertimpa (makan) daging kel;edai yaitu pada hari khibar, maka penyeru Rasulullah menyerukan bahwa Allah dan RasulNya telah melarang kalian (makan) daging keledai, maka keledai itu sesungguhnya najis. (HR. Bukhori Muslim)
Dari keterangan hadits di atas dapatlah kita jawab pertanyaan tersebut, bahwa bila terkena kotoran hewan yang boleh dimakan dagingnya maka tidak membatalkan wudlu’, cukup dengan membersihkannya, tetapi bila terkena kotoran manusia atau hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya maka batallah wudlu’nya. (lihat Nailul Author 1/59-60,76-77)
Maroji’ :
Nailul Author 1/59-60,76-77, Nailul Author 1/59-60.

Tidak ada komentar: