Rabu, November 26

Kesalahan-kesalahan Dalam Romadhon

Segala puji bagi Alloh Robb yang patut disembah dengan haq. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad.
Shohibuddin, tak terasa Romadhon kembali hadir, selayaknya kita ucapkan syukur atas limpahan karunia Alloh yang mulia ini. Karena kita masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan bulan yang mulia ini. Dimana pada bulan ini, Al-Qur-an diturunkan, pahala amalan sunnah kita dihitung sebagai ibadah wajib dan amalan wajib kita dilipat gandakan sampai beribu-ribu derajat. Subhaanalloh.
Pada bulan ini semua umat muslim berlomba-lomba dalam berbuat amal kepada Robbnya. Namun masih banyak di antara kaum muslimin saat ini yang salah dalam melakukan amalan-amalan tersebut atau biasa dikenal dengan istilah bid’ah. Islam senantiasa mengumandangkan pentingnya ilmu sebagai landasan berucap dan beramal. Maka bisa dibayangkan, amal tanpa ilmu hanya akan berbuah penyimpangan. Bukannya menerima surga sebagai balasannya malah terjerumus ke dalam siksa api neraka.
Maka dari itu, Bang Udin pengin sedikit memperjelas penyimpangan-penyimpangan tersebut menurut pandangan para Salafush Sholih.

1. Kesalahan penggunaan hisab dalam menentukan awal Romadhon dan Syawal

Alloh Subhaanahu wa Ta’aala menegaskan: “Maka barangsiapa dari kalian menyaksikan bulan, maka hendaknya ia berpuasa.” [Al-Baqoroh: 185]
Nabi telah memberikan bimbingan dalam menentukan awal bulan Hijriyyah.
“Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasululloh j menjelaskan Romadhon, maka beliau mengatakan: ‘Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka sehingga kalian melihatnya. Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah.’ ” [HR. Al-Bukhori dan Muslim, Hadits Shohih]
Dan hadits yang semacam ini cukup banyak, baik dalam Shohih Al-Bukhori dan Muslim maupun yang lain.
Ayat dan hadits di atas sangatlah jelas menunjukkan bahwa masuknya Romadhon terkait dengan melihat atau menyaksikan hilal dan tidak dikaitkan dengan menghitung, menjumlah, atau dengan cara yang lainnya. Kemudian perintah berpuasa dikaitkan dengan syarat melihat hilal ini, maka hal ini menunjukkan wajibnya penentuan masuknya Romadhon dengan melihat hilal tersebut.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahullohu berkata: “Tentang hisab, tidak boleh beramal dengannya dan bersandar padanya.” [Fatawa Romadhon, 1/62]. Dan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Sesungguhnya Nabi memerintahkan kaum muslimin untuk (mereka berpuasa karena melihat hilal dan berbuka karena melihat hilal, maka jika mereka tertutup olah awan hendaknya menyempurnakan jumlahnya menjadi 30) [Muttafaqun ‘alaihi]

2. Kesalahan meninggalkan makan sahur

Ada banyak dalil yang menunjukkan sunnahnya makan sahur, di antaranya Rasulullah bersabda: “Makan sahurlah kalian karena pada makanan sahur itu ada berkah.” [HR. Al-Bukhori dan Muslim, dari Anas bin Malik]
Dan para ulama telah bersepakat akan disunnahkannya makan sahur.

3. Kesalahan mempercepat makan sahur dan mengakhirkan berbuka

Di antara sunnah Rosululloh adalah mengakhirkan makan sahur, dimana selang waktu antara waktu selesainya beliau makan sahur dengan waktu sholat subuh, adalah sekitar membaca 50 ayat yang sedang (tidak panjang dan tidak pendek). Zaid bin Tsabit d bercerita: “Kami bersahur bersama Rosululloh j kemudian kami berdiri untuk sholat. Saya (Anas bin Malik) berkata: ‘Berapakah jarak antara keduanya (antara sahur dan adzan)?’, dia (Zaid bin Tsabit) menjawab: ‘Lima puluh ayat.’ ” [HR. Al-Bukhori dan Muslim]
Mengakhirkan berbuka juga menyelisihi tuntunan Rosululloh bahkan yang disunnahkan adalah mempercepat buka puasa ketika yakin matahari telah terbenam. Rosululloh bersabda: “Terus-menerus manusia akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka.” [HR. Al-Bukhori dan Muslim]
Nabi bersabda: “Segeralah berbuka dan akhirkan sahur.” [Shohih, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah]
Dari Abu ‘Athiyyah, ia mengatakan: “Aku katakan kepada ‘Aisyah: ‘Ada dua orang di antara kami, salah satunya menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, sedangkan yang lain menunda berbuka dan mempercepat sahur.’ ‘Aisyah mengatakan: ‘Siapa yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur?’ Aku menjawab: ‘Abdulloh bin Mas’ud.’ ‘Aisyah lalu mengatakan: ‘Demikianlah dahulu Rosululloh j melakukannya.’ ” [HR. At-Tirmidzi, Hadits hasan shohih]
Imam An-Nawawy rohimahullohu berkata: ”Hadits ini menunjukkan sunnahnya mengakhirkan sahur.”

4. Kesalahan menjadikan tanda imsak sebagai batasan sahur

Padahal Alloh Subhaanahu wa Ta’aala telah menegaskan: “Dan makan minumlah kalian hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” [Al-Baqoroh: 187]
Dan juga hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah secara marfu’: “Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari maka makanlah dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.”
Ibnu Hajar (salah satu ulama besar madzhab Syafi’i) dalam Fathul Bari, syaroh Shohih Al-Bukhori juga mengingkari perbuatan semacam ini. Bahkan beliau menganggapnya termasuk bid’ah yang mungkar. Oleh karenanya, wahai Shohibuddin, mari kita bersihkan amalan kita, selaraskan dengan ajaran Nabi kita, kapan lagi kita memulainya (jika tidak sekarang)?
Maka ayat dan hadits di atas, tegas menunjukkan pembolehan makan sahur sampai terbit fajar yang ditandai dengan adzan kedua, karena adzan dalam syari’at ada dua kali, yaitu adzan pertama dan adzan kedua.

5. Kesalahan dalam niat

a. Tidak berniat untuk puasa, sangkaan bahwa waktu berniat untuk puasa hanya syah jika dilakukan pada saat makan sahur, tidak berniat untuk puasa
Ketiga poin di atas terambil dari perkataan Ibnu ‘Umar dan Hafshoh yang mempunyai marfu’: “Siapa yang tidak berniat puasa sejak malam, maka tidak ada puasa baginya.”
Hadits ini menunjukkan tiga perkara: (1) Tidak ada puasa bagi orang yang tidak berniat, (2) Syahnya puasa jika diniatkan sejak dari malam hari, (3) Wajibnya niat untuk berpuasa besok setiap malam dalam bulan Romadhon dan tidak mencukupkan dengan satu kali niat di awal Romadhon untuk satu bulan penuh, dan pendapat ini adalah yang paling kuat di antara para ulama. Wallohu a’lam.

b. Melafazhkan niat saat berpuasa
Perkara melafazhkan niat merupakan bid’ah dan tidak pernah disyari’atkan dalam agama, hal itu karena niat tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan orang-orang yang berakal dan perbuatan ini tidak pernah disyari’atkan oleh Rosululloh dan sahabat beliau sama sekali.
Itulah beberapa kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kaum muslimin saat ini. Untuk itu hendaknya kita lebih berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan. Apakah amalan yang kita lakukan itu dinashkan dalam Al-Qur-an dan disyari’atkan oleh Rosululloh Muhammad. Ataukah hanya perbuatan mengada-ada tanpa syari’at, yang nantinya akan menjerumuskan kita ke dalam neraka? Na’uudzu billahi min dzalik.
Akhirnya, Bang Udin memohon kepada Alloh agar melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk menghindari atau meninggalakan kesalahan-kesalahan di atas dan kesalahan-kesalahan lain. Amin, Ya robbal alamiin.

Maroji’ :
1. http://mediamuslim.org.id oleh Al-Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari
2. Al-Atsariyyah Volume 04. Th. 1/1427 H/2006 M

Tidak ada komentar: