Sabtu, Januari 17

mahkota

Segala puji bagi Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala, Robb Semesta Alam. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, Rosululloh j.
Akhwatifillah…
Sudah tak asing di telinga kita bahwa perhiasan sangat erat kaitannya dengan kecantikan. Apalagi bagi kita sebagai wanita yang telah diciptakan oleh Alloh Subhaanahu wa Ta’ala dengan fitroh senang terhadap perhiasan dan kecantikan. Dan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala menciptakan pria dengan fitroh senang terhadap perhiasan wanita dan kecantikannya. Pencipta alam semesta ini pun Maha Indah dan menyukai keindahan.
Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman: “Apakah patut (menjadi anak Alloh) orang (wanita) yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan, sedangkan dia tidak dapat memberi alasan yang jelas dalam pertengkaran?” (Az-Zukhruf: 18)
Ayat yang mulia di atas menunjukkan bahwa secara fitroh, wanita memang senang berhias guna menutupi kurangnya kecantikan atau keindahannya, sehingga ia menggunakan perhiasan dari luar sejak kanak-kanak untuk melengkapi dan menutupi kekurangan yang ada.
Saudariku muslimah…
Dalam agama Islam, perhiasan wanita memiliki hukum-hukum khusus. Ada yang halal dan ada pula yang harom. Perhiasan yang dihalalkan dan bernilai ibadah misalnya wanita berhias untuk tampil di hadapan suaminya dalam batasan yang tidak melanggar syari’at. Sedangkan perhiasan yang diharomkan dapat disebabkan oleh jenis perhiasan itu ataupun siapa yang melihat perhiasan yang dikenakan wanita tersebut.

Perkara Fitroh

Wahai muslimah…
Satu hal yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslimah dalam berhias adalah memperhatikan perkara-perkara fitroh, seperti sabda Rosululloh j: “Perkara fitroh itu ada lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kumis, menggunting kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim, Shohih)
Hampir semua perkara fitroh di atas tidaklah wajib hukumnya menurut kesepakatan ulama, namun ada pula perkara yang diperselisihkan kewajibannya seperti khitan. Walaupun hukum dalam perkara fitroh ini tidak wajib, namun seorang muslimah dituntut untuk melakukannya. Oleh karena itu, ia tidak boleh membiarkan kukunya terus memanjang, begitu pula rambut yang tumbuh di ketiak dan kemaluannya, bahkan ia harus menghilangkannya guna menjaga kebersihan dan keindahan.
Asy-Syaikh Sholih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhohulloh berkata: “Menggunting kuku adalah sunnah hukumnya dengan kesepakatan ulama karena ia termasuk perkara fitroh yang disebutkan dalam hadits Rosululloh j. Selain itu, menggunting kuku merupakan upaya menjaga kebersihan dan keindahan, sementara membiarkannya tetap tumbuh memanjang menunjukkan kejelekan dan menyerupai binatang buas. Selain itu, kuku yang panjang akan menyimpan kotoran di bawahnya dan menahan sampainya air ke bawah kuku. Sangat disayangkan, sebagian muslimah telah ditimpa musibah dengan kebiasaan memanjangkan kuku karena meniru wanita-wanita kafir dan karena bodoh, tidak mengerti tentang sunnah Nabi j.”
Beliau hafizhohulloh juga menyatakan: “Disunnahkan bagi wanita untuk menghilangkan rambut yang tumbuh di kedua ketiaknya dan pada kemaluannya dalam rangka mengamalkan hadits Rosululloh j tentang perkara fitroh, di samping hal ini merupakan satu upaya berhias diri. Dan jangan ia biarkan rambut itu tumbuh lebih dari 40 hari.” (Al-Mu’minat, hal. 20)

Perhiasan Wajah

Saudariku…
Banyak dari kita sebagai seorang wanita begitu menaruh perhatian terhadap perawatan wajah dibanding bagian tubuh yang lain karena wajah adalah pusat kecantikan para wanita. Dibolehkan bagi wanita untuk menambah ataupun menutupi kekurangan pada bagian wajah dengan perhiasan, selama perhiasan itu dan cara berhiasnya tidak dilarang oleh syari’at dan tidak menyerupai orang kafir. Oleh karena itu, dibolehkan bagi wanita untuk menghiasi matanya dengan celak, terlebih lagi bila ia bercelak dengan menggunakan itsmid karena akan memberi manfaat bagi kesehatan matanya.
Rosululloh j menuntunkan dalam sabdanya: “Sebaik-baik celak kalian adalah itsmid, ia dapat mempertajam pandangan mata dan menumbuhkan bulu mata.” (HR. Abu Dawud, Hasan)
“Gunakanlah itsmid oleh kalian ketika hendak tidur karena ia dapat mempertajam pandangan mata dan menumbuhkan bulu mata.” (HR. Ibnu Majah, Shohih)
Adapun mengenai hukum pemakaian make-up, Asy-Syaikh Ibnu Baz menyatakan bahwa “Jika make-up itu menyebabkan kecantikan wajah namun tidak memudhorotkannya dan tidak mempengaruhi wajah sedikit pun maka tidak apa-apa. Namun bila sebaliknya maka terlarang.”
Asy-Syaikh Sholih bin Fauzan hafizhohulloh mengatakan: “Jika memakainya karena ada keperluan maka tidak apa-apa, akan tetapi bila tidak ada keperluan maka meninggalkannya lebih baik, khususnya bila harganya mahal karena hal itu membawa pada perbuatan isrof (berlebihan) yang diharomkan dan juga mendekati penipuan dan pemalsuan karena menampakkan yang bukan hakikatnya tanpa adanya keperluan.”
Ada beberapa cara berhias yang sangat banyak dilakukan oleh para wanita saat ini, namun sebenarnya dilarang oleh syari’at di antaranya adalah:

1. Mencabut bulu atau rambut alis atau mencukurnya sampai habis

Cara berhias seperti ini diharomkan, baik dengan cara dicukur, dipotong, atau menggunakan sesuatu yang dapat menghilangkan bulu atau rambut tersebut seluruhnya, atau sebagian.
‘Alqomah berkata: ‘Abdulloh bin Mas’ud d melaknat para wanita yang mentato dan minta ditato, wanita yang menghilangkan rambut alis, wanita yang minta dihilangkan rambut alisnya, dan wanita yang mengikir giginya agar terlihat bagus, wanita-wanita yang mengubah ciptaan Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala’. Ketika ucapan Abdulloh bin Mas’ud ini sampai kepada Ummu Ya’qub, salah seorang wanita dari Bani Asad yang biasa membaca Al-Qur-an. Ia mendatangi Abdulloh sambil berkata: “Berita yang sampai padaku tentangmu bahwa engkau melaknat wanita-wanita yang demikian (Ummu Ya’qub menyebutkannya satu persatu)?” Abdulloh menjawab: “Kenapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rosululloh j dan hal ini ada dalam Kitabulloh?” Ummu Ya’qub berkata: “Demi Alloh, aku telah membaca lembaran-lembaran Al-Qur-an, namun aku tidak mendapatkan laknat yang engkau sebutkan.” Abdulloh menjawab: “Demi Alloh, bila engkau membacanya niscaya engkau akan mendapatkannya, yaitu Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman: “Apa yang dibawa oleh Rosululloh untuk kalian maka ambillah dan apa yang beliau larang maka tinggalkanlah.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim, Shohih)
Berkata Ath-Thobari: “Wanita tidak boleh merubah sedikitpun ciptaan Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala yang ada pada dirinya, baik dengan menambah ataupun menguranginya, dalam rangka untuk memperindah diri, bukan untuk suami atau untuk selainnya. Seperti seorang wanita yang kedua alisnya bersambung, lalu ia menghilangkan bagian yang tersambung tersebut sehingga terkesan kedua alisnya itu terpisah atau sebaliknya. Demikian pula wanita yang memiliki gigi yang lebih dari yang semestinya, lalu ia mencabutnya atau ia memiliki gigi yang panjang kemudian ia memotong sebagian gigi tersebut. Atau seseorang yang memiliki rambut yang pendek kemudian ia menyambungnya dengan rambut yang lain. Semua ini termasuk merubah ciptaan Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala.”
Beliau melanjutkan: “Dikecualikan dalam pelarangan ini bila hal tersebut mengakibatkan kemudhorotan dan mengganggu (menyakiti) seperti seorang wanita yang memiliki gigi berlebihan atau panjang hingga menyulitkannya ketika makan.”
Al-Imam An-Nawawi berkata: “Menghilangkan rambut yang tumbuh di wajah (termasuk rambut alis) dan meminta orang lain untuk menghilangkannya adalah perbuatan yang harom, terkecuali bila tumbuh jenggot atau kumis di wajah seorang wanita, maka tidak diharomkan baginya untuk menghilangkannya, bahkan disenangi hal ini di sisi kami.” (Syarh Shohih Muslim, 14/106)

2. Membuat Tato

Larangan membuat tato ini umum, sama saja apakah tato tersebut pada bagian wajah atau bagian tubuh lainnya. Dan Rosululloh j telah melaknat wanita yang berbuat demikian, apakah ia sebagai pelaku atau sebagai objek.
Ibnu ‘Umar d juga mengabarkan: “Alloh melaknat wanita yang menyambung rambut dan minta disambungkan rambutnya, dan melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta dibuatkan tato.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim, Shohih)

3. Mengikir Gigi

Mengikir gigi dengan tujuan untuk mempercantik diri diharomkan dalam syari’at. Jika gigi itu jelek atau tidak teratur hingga perlu merapikannya guna menghilangkan kejelekan tersebut atau karena ada kerusakan hingga perlu diperbaiki maka tidaklah terlarang, karena hal ini termasuk dalam pengobatan dan menghilangkan sesuatu yang tampak jelek.
Maksud dari mengikir gigi di sini adalah menjarangkan antara gigi seri dan gigi taring. Ini banyak dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah tua dan usia-usia senja untuk menampakkan seolah-olah mereka masih muda dan masih bagus giginya karena celah-celah kecil antara gigi tersebut biasanya terdapat pada wanita-wanita muda. Apabila wanita telah tua maka gigi-giginya membesar dan berhimpitan. Lalu ia mengikirnya dengan alat pengikir agar halus dan terlihat cantik, sehingga terkesan ia masih muda.
Mengikir gigi bukan dengan tujuan pengobatan termasuk perbuatan merubah ciptaan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala. Di dalamnya terkandung penipuan dan pemalsuan. Wanita yang melakukannya berarti berbangga dengan sesuatu yang tidak dimilikinya. Oleh karena itu, telah disebutkan larangan perbuatan buruk tersebut. Bahkan telah disebutkan laknat atas pelakunya yang menunjukkan bahwa perbuatan itu termasuk dosa besar.

4. Menyambung kuku

Termasuk kebiasaan buruk yang diadopsi oleh kaum muslimah dari wanita-wanita kafir adalah menyambung kuku dengan kuku buatan yang lebih panjang dan cemerlang dari kuku asli. Ini merupakan tipu daya iblis atas wanita-wanita tersebut yang telah mengancam akan menyesatkan manusia.
Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berfirman: “…dan syaithon itu mengatakan: ‘Saya benar-benar akan mengambil hamba-hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan (untuk saya), dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Alloh), lalu benar-benar mereka merubahnya.’ Barangsiapa yang menjadikan syaithon menjadi pelindung selain Alloh, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (An-Nisaa’: 118-119)
Perbuatan ini mengandung banyak sekali unsur penyimpangan, di antaranya :
Pertama : Menyerupai orang-orang kafir
Kedua : Menyambung sesuatu yang tidak boleh disambung
Ketiga : Memanjangkannya berarti menyelisihi kesesuaian fitroh
Keempat : Merubah ciptaan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala
Kelima : Menyebabkan rusaknya wudhu’ dan sholat bagi siapa saja yang memakainnya
Penyimpangan-penyimpangan di atas kebanyakannya adalah termasuk dosa besar.

Adab-adab Berbusana

Wahai ukhti muslimah..
Ketahuilah, bahwa pakaian yang kita kenakan setiap hari adalah termasuk nikmat Alloh Subhaanahu wa Ta’ala yang tiada terhitung dan terhingga yang telah dicurahkan kepada kita. Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berfirman: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi ‘aurotmu dan pakaian indah untuk perhiasan.”(Al-A’roof: 26)
Oleh karena itu wajib bagi kita untuk memuji Alloh Subhaanahu wa Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya atas karunia dan pemberian yang agung ini. Dan hendaklah kita memperhatikan adab-adab syar’i dalam berbusana yang disukai oleh Alloh Subhaanahu wa Ta’ala dan diridhoi-Nya. Di antaranya ialah:

1. Tidak berlebih-lebihan dalam berbusana
Rosululloh j bersabda: “Makan, minum, bersedekah dan berpakaianlah tanpa disertai dengan sikap berlebihan atau sikap sombong.”(HR. An-Nasa-i dan Ibnu Majah, Hasan)

2. Do’a syar’i ketika mengenakan pakaian baru
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri d ia berkata: “Sesungguhnya apabila Rosululloh j memakai pakaian baru, atau sorban baru, atau gamis baru atau kain baru, beliau mengucapkan asma Alloh kemudian beliau membaca:
“Ya Alloh, segala puji bagi-Mu, Engkaulah yang telah memberiku pakaian. Aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang telah ditetapkan atasnya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang telah ditetapkan atasnya.”(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i)

3. Memulai dari yang sebelah kanan dalam berpakaian
Berdasarkan hadits ‘Aisyah, ia berkata: “Nabi j suka mendahlukan bagian kanan ketika memakai sandal, berhias dan bersuci serta dalam semua pekerjaannya.”

4. Janganlah seorang wanita melepas pakaiannya di luar rumahnya kecuali di rumah mahromnya

Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata:“Sesungguhnya aku mendengar Rosululloh j bersabda: ‘Tidaklah seorang wanita menanggalkan pakaiannya di luar rumah sendiri melainkan ia telah merobek apa yang ada di antara ia dan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala.’ ” (HR. Abu Dawud, Shohih)
Wahai Ukhti Muslimah,
Wajib atas kalian semua menjauhi bidah yang buruk ini yang masuk kepada kita dari negara-negara kafir. Berbahagialah dan berbanggalah kalian sebagai seorang muslimah yang tetap terjaga kehormatan dan kemuliannya. Janganlah bertasyabbuh (meniru) kepada orang-orang kafir karena sungguh agama Islam telah turun tanpa kekurangan sedikitpun dan tiada patut bagi kita sebagai seorang muslimah mencampurinya dengan kebiasaan-kebiasaan orang-orang kafir. Hendaklah kalian saling berkasih sayang, tolong menolong dan saling nasihat menasihati satu sama lain. Karena sesungguhnya agama itu adalah nasihat.
Wallohul Muwaffiq
Maroji’:
Asy-Syarii’ah.Vol I no 06 Maret 2006, Muharrom 1425 H
Etika Berhias Wanita Muslimah, Amru Abdul Mun’im Salim, Pustaka At-Tibyan