Sabtu, Desember 6

Selalu Dalam Pengawasan-Nya

Selalu Dalam Pengawasan-Nya


Kala hati berdzikir kepada-Nya
Atau hati berniat tuk maksiat,
Kala diri berzina, mengingkari-Nya
Atau diri bergegas tuk bertaubat
Pandang-Nya meliputi seluruhnya, semuanya

Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al Hadiid: 4)

Bicara mengenai kepengawasan, maka puasa Ramadhan-lah yang sepertinya lebih tepat untuk dijadikan contoh. Sebab, siapakah yang mengetahui bahwa seseorang itu berpuasa selain Allah dan orang itu sendiri?
Mungkin saja seseorang di siang hari (di bulan Ramadhan -pen) nampak lesu, lemah dan tak berdaya; yakni mempunyai tanda-tanda lahiriah bahwa dia adalah sesorang yang sedang berpuasa. Namun tentu saja hal itu tidaklah merupakan jaminan bahwa dia benar-benar berpuasa. Sebab, mungkin saja dia melakukan sesuatu yang membatalkan puasa ketika sedang sendirian. Misalnya saja dengan meneguk segelas air.
Sebaliknya, dapat terjadi pula seseorang yang nampak sehat dan tetap bersemangat, biarpun hari telah sampai di pertengahan. Tetapi justru dialah yang sedang berpuasa, dan tetap teguh mempertahankan diri dari godaan yang membuat puasanya batal.
Siapa yang tahu, selain Allah dan dirinya sendiri??

Saudaraku..
Sikap yang diperagakan oleh orang yang berpuasa sejati mengambarkan betapa kuatnya semangat dalam pengawasan Allah. Dan sikap seperti itu mengandung beberapa rahasia, di antaranya yaitu:

Pertama, orang yang merasa selalu diawasi Allah, dia akan senantiasa merasa terjaga dari perbuatan maksiat.
Bagaimana dia akan mencontek, jika niat untuk mencontek saja Allah sudah tahu?
Bagaimana dia bisa ber-ZINA dihadapan Dzat Yang Maha Melihat??

Kedua, orang yang merasa selalu dalam pengawasan Allah akan memiliki rasa pengharapan yang tinggi (optimisme).
Bagaimana tidak optimis, jika “Kemana saja kamu menghadap, maka di sanalah wajah Allah” (Al Baqarah:115).
Di mana saja dia berada, Allah selalu memperhatikannya, dan pasti akan menolongnya??

Ketiga, orang yang merasa selalu dalam pengawasan Allah, akan menemukan rahasia keikhlasan. Bukankah keikhlasan dibangun dengan membangun “jembatan” langsung antara hamba dengan Tuhan? Orang yang ikhlas tidak membutuhkan pamrih manusia dan akan selalu melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam keyakinannya, pengawasan oleh Allah jauh sangat berharga dibanding penglihatan manusia. Jadi, dalam pikirannya..
mengapa berbuat harus diperlihatkan kepada manusia, jika Yang Maha Teliti sendiri secara langsung akan selalu melihatnya??

Dalam suatu hadits, Rasulullah pernah ditanyai Jibril tentang ihsan, maka jawaban Rasulullah adalah: “… Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat kepada-Nya, sekalipun engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau …” (HR Muslim).

Wallahu ‘alam

‘Iffah: Lambang Kemuliaan Seorang Wanita

‘Iffah: Lambang Kemuliaan Seorang Wanita

Segala puji bagi Allah Ta’ala, Robb semesta alam. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad j.
Akhwatifillah…
Di masa sekarang ini, di saat kejahiliahan kembali merata di seluruh penjuru dunia, upaya penjagaan diri dari berbagai bentuk kemaksiatan, kesia-siaan, dan kerendahan harus lebih ditekankan. Terlebih lagi bagi seorang muslimah yang kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. ‘Iffah adalah bahasa yang lebih akrab untuk menyatakan penjagaan diri ini. Lalu apa sebenarnya ‘iffah itu?
Pengertian ‘Iffah
Wahai muslimah…
Menurut bahasa, ‘iffah artinya adalah menahan. Sedangkan menurut istilah, ‘iffah adalah menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah.
Jadi, ‘afifah (sebutan bagi muslimah yang ‘iffah) adalah muslimah yang bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya menginginkannya.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya.” (An-Nur: 33).
Wanita yang ‘afifah
Saudariku…
‘Iffah adalah akhlaq yang tinggi, mulia, dan dicintai oleh Allah Ta’ala. Bahkan akhlaq ini merupakan sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih, yang senantiasa memuji keagungan Allah Ta’ala, takut akan siksa, adzab, dan murka-Nya, serta selalu mencari keridhaan dan pahala-Nya.
Ada beberapa hal yang dapat menumbuhkan akhlaq ‘iffah dan perlu dilakukan oleh seorang muslimah untuk menjaga kehormatan dirinya, di antaranya adalah:
1. Ketaqwaan kepada Allah Ta’ala
Taqwa adalah asas paling fundamental dalam mengusahakan ‘iffah pada diri seseorang. Ketaqwaan adalah pengekang seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela yang dilarang oleh Allah Ta’ala, sehingga ia akan selalu berhati-hati dalam berbuat seseuatu, baik di saat sendirian maupun dalam keramaian.
Sesungguhnya kemuliaan yang diraih seorang wanita shalihah adalah karena kemampuannya dalam menjaga martabatnya (‘Iffah) dengan hijab serta iman dan taqwa. Ibarat sebuah bangunan, ia akan berdiri kokoh jika mempunyai pondasi yang kokoh. Andaikan pondasi sebuah bangunan tidak kokoh, maka seindah dan semegah apapun pasti akan cepat runtuh. Begitu juga dengan ‘iffah yang dimiliki oleh seorang wanita, dengan iman dan taqwa sebagai pondasi dasar untuk meraih kemuliaan-kemuliaan lain.
Segala anggota tubuh akan selalu terjaga jangan sampai melanggar larangan Allah Ta’ala sehingga terjerumus ke dalam kesesatan. Mulutnya terjaga dari pembicaraan yang sia-sia, ghibah, fitnah, adu domba, dusta, mengumpat , mencela, dan lain-lain. Tangannya pun akan terjaga dari hal yang dilarang seperti mencuri, bersentuhan dengan orang yang bukan mahramnya, dan lain-lain. Mata pun demikian, tak ingin terjerumus dalam mengumbar pandangan yang diharamkan.
Sungguh ketika taqwa berdiam pada diri seseorang, maka muncullah pribadi yang penuh dengan hiasan yang tak tertandingi keindahannya. Mengalahkan emas, perak, berlian, dan hiasan dunia lainnya.
2. Menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan
Saudariku muslimah…
Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: ‘Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…’ ” (An-Nur: 31)
Asy-Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata: “Allah Jalla wa ‘Ala memerintahkan kaum mukminin dan mukminat untuk menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari perbuatan zina, liwath (homoseksual), dan lesbian, serta menjaganya dengan tidak menampakkan dan menyingkapnya di hadapan manusia.” (Adhwa-ul Bayan, 6/186)
3. Tidak bepergian jauh (safar) sendirian tanpa didampingi mahramnya
Seorang wanita tidak boleh bepergian jauh tanpa didampingi mahramnya yang akan menjaga dan melindunginya dari gangguan. Rasulullah j bersabda: “Tidak boleh seorang wanita safar kecuali didampingi mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Tidak berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahramnya
Bersentuhan dengan lawan jenis akan membangkitkan gejolak di dalam jiwa yang akan membuat hati condong kepada perbuatan yang keji dan hina.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah berkata: “Secara mutlak tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, sama saja apakah wanita itu masih muda atau sudah tua. Dan sama saja apakah laki-laki yang berjabat tangan dengannya itu masih muda atau kakek tua. Karena berjabat tangan seperti ini akan menimbulkan fitnah bagi kedua pihak.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata tentang Rasulullah j: “Tangan Rasulullah j tidak pernah menyentuh tangan wanita, kecuali tangan wanita yang dimilikinya (istri atau budak beliau).” (HR. Al-Bukhari)
“Tidak ada perbedaan antara jabat tangan yang dilakukan dengan memakai alas atau penghalang (kaos tangan atau kain) maupun tanpa penghalang. Karena dalil dalam masalah ini bersifat umum dan semua ini dalam rangka menutup jalan yang mengantarkan kepada fitnah.” (Majmu’ Al-Fatawa, I/185)
5. Tidak khalwat (berduaan) dengan laki-laki yang bukan mahram
Rasulullah j telah memerintahkan dalam sabdanya: “Tidak boleh sama sekali seorang lak-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali bila bersama wanita itu ada mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
6. Nikah
Nikah adalah salah satu jalan terbaik untuk menjaga kesucian diri. Bahkan nikah adalah sarana utama untuk menumbuhkan sifat ‘iffah. Dengan menikah, seorang muslimah akan terjaga pandangan mata dan kehormatan dirinya. Nikah adalah fitrah kemanusiaan yang di dalamnya terdapat rasa cinta, kasih sayang, dan kedamaian yang tidak didapatkan dengan cara lain, seperi firman Allah Ta’ala: “Dan di antara tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang.” (Ar-Rum: 21)
7. Rasa Malu
Malu adalah sifat yang agung dan terpuji. Dengan rasa malu, seseorang akan terhindar dari perbuatan keji, tidak pantas, mengandung dosa dan kemaksiatan. Rasa malu akan bertambah indah jika melekat pada diri seorang muslimah. Dengan malu, seorang muslimah akan selalu nampak dalam fitrah kewanitaannya, tak mau mengumbar aurat tubuhnya, tak mau mengeraskan suara yang tak diperlukan di tengah kumpulan manusia, tidak tertawa lepas, dan lain-lain.
Rasa malu ini benar-benar akan menjadi penjaga yang baik bagi seorang muslimah. Ia akan menyedikitkan beraktivitas di luar rumah yang tanpa manfaat. Ia akan menjaga diri ketika berbicara dengan orang lain, terlebih laki-laki yang bukan mahram. Tentu hal ini akan lebih menjaga kehormatannya.
8. Menjauh dari hal-hal yang mengundang fitnah
Seorang muslimah yang cerdas haruslah memahami akibat yang ditimbulkan dari suatu perkara dan memahami cara-cara yang ditempuh orang-orang bodoh untuk menyesatkan dan menyimpangkannya. Sehingga ia akan menjauhkan diri dari mendengarkan musik, nyanyian, menonton film dan gambar yang mengumbar aurat, membeli majalah-majalah yang merusak dan tidak berfaedah, dan lain-lain. Ia juga tidak akan membuang hartanya untuk merobek kehormatan dirinya dan menghilangkan ‘iffah-nya. Karena kehormatan serta ‘iffah adalah sesuatu yang mahal dan sangat berharga.
Sebuah Penutup
Wahai ukhti muslimah…
‘Iffah adalah pondasi kemuliaan bagi seorang wanita shalihah. Sungguh mulia wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah Ta’ala akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan oleh Rasulullah j dalam sabdanya: “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
Jika ingin mendapatkan kemuliaan sebagai wanita shalihah, maka sesungguhnya kemuliaan itu hanya dapat diraih ketika ia memiliki kemampuan untuk menjaga martabatnya dengan iman, menerima semua karunia yang Allah Ta’ala berikan, menghijab dirinya dari kemaksiatan, menghiasi semua aktivitasnya dengan ibadah, dan memberikan yang terbaik bagi sesamanya. Seorang wanita yang mampu melakukan semua itu akan mulia di sisi Allah Ta’ala dan terhormat di hadapan manusia.
Memang usaha yang dilakukan untuk meraih ‘iffah bukanlah hal yang ringan. Diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh dan keistiqamahan yang stabil dengan meminta kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah berfirman: “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
Wallahu Ta’ala a’lam bish-showab

Maroji’:
Asy-Syariah Vol I/No.11/1425 H/2004
js.ugm.ac.id/?p=51
homiket.wordpress.com/2007/05/31/iffah-lambang-kemuliaan-wanita/

Batalkah wudhu seseorang ysng terkena kotoran hewan ?

Pertanyaan:
Batalkah wudhu seseorang ysng terkena kotoran hewan ?
Jawab;
Untuk menghukumi batal tidaknya wudlu’ dengan sebab terkena kotoran hewan, maka dijelaskan terlebih dahulu tentang najis tidaknya kotoran hewan tersebut sebagai berikut :
a. Hewan yang boleh dimakan dagingnya, seperti unta, sapi, kerbau, atau yang lain maka kotoran hewan tersebut tidak najis, hal tersebut berdasar pada dalil :
Dari Anas bin Malik : Sesungguhnya ada serombongan orang dari ukal (Urainah) yang datang ke Madinah, maka mereka terkena penyakit perut (mulas)
Lalu Rasulullah SAW memerintahkan untuk mencari unta yang memiliki susu , kemudian beliau memerintah mereka agar memeras (susu unta tersebut) serta meminum susu serta kencing unta tersebut (HR. Bukhari Muslim)
Imam Asy Syaukany berkata : dan sungguh hadits ini adalah dalil bahwa kencing binatang ynag dimakan dagingnya adalah suci, dan ini adalah pendapat dari Al Utroh, An Nakh’iyi, Al Auzaiy, Az Zuhry, Imam Malik, Ahmad, Muhammad, Zafar, dan sekelompok salaf serta disepakati oleh para pengikut Imam Syafi’iy diantaranya adalah Ibnu Kuzaimah, Ibnul Mundzir, Ibnu Hibbah, Al Ishthohry dan Ar Ruyany, adapun tentang unta maka sudah ada nashnya sedang yang lain yang dagingnya boleh dimakan maka diqiyaskan dengan unta. (lihat Nailul Author 1/59-60)
b. Hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, seperti babi dan juga kototran manusia, maka ini adalah najis, hal ini berdasar pada dalil berikut :
Dari Anas dia berkata : kami tertimpa (makan) daging kel;edai yaitu pada hari khibar, maka penyeru Rasulullah menyerukan bahwa Allah dan RasulNya telah melarang kalian (makan) daging keledai, maka keledai itu sesungguhnya najis. (HR. Bukhori Muslim)
Dari keterangan hadits di atas dapatlah kita jawab pertanyaan tersebut, bahwa bila terkena kotoran hewan yang boleh dimakan dagingnya maka tidak membatalkan wudlu’, cukup dengan membersihkannya, tetapi bila terkena kotoran manusia atau hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya maka batallah wudlu’nya. (lihat Nailul Author 1/59-60,76-77)
Maroji’ :
Nailul Author 1/59-60,76-77, Nailul Author 1/59-60.

Bolehkah seseorang itu mencukur jenggot?

Pertanyaan:
Bolehkah seseorang itu mencukur jenggot?
Jawab:
Mencukur jenggot adalah haram berdasar beberapa sebab berikut:
1. Menyelisihi perintah Rasulullah, Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk memelihara jenggot dan membiarkannya (tidak memotongnya)hal tersebut secara tegas disebutkan dalam beberapa hadits berikut:
Dari Abi Huroiroh, dis berkata: Rasulullah bersabda: potonglah kumis dan biarkanlah jenggot, bedalah kalian dengan orang-orang majusi. (HR. Muslim (1/153), Abu ‘Awanah (1/188), Al Baihaqi (1/150) dan Ahmad (2/153,366))
Dari Ibnu Umar ra, dia berkata: Rasulullah berasbda: bedalah dengan orang musyrik, potonglah kumis dan biarkanlah jenggot. (HR.Bukhori (1/288), Muslim (1/153), Abu ‘Awanah (1/189) dan Al Baihaqi (1/150))

2. Merubah ciptaan Allah
Allah telah melarang hambanya untuk merubah ciptaan-Nya, sedangkan memotong jenggot termasuk merubah ciptaan-Nya yang dikhususkan bagi laki-laki, hal ini diperkuat deengan dalil sebagai berikut:
Allah berfirman: Dan Aku (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, lalu mereka benar-benar memotongnya dan akan kusuruh mereka merubah ciptaan Allah lalu mereka benar-benar merubahnya, dan barang siapa menjadikan setan sebaqgai pelindung selain Allah, maka sesungguhnya mereka menderita kerugian yang nyata. (QS. An Nisa’: 119)
Dari Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah saw bersabda: Allah melaknat orang-orang yang mentato dan yang minta ditato, dan orang- orang yang mencukur alis dan yang minta dicukur alisnya dan orang-orang yang mengikir gigiya untuk mempercantik diri dan orang-orang yang merubah ciptaan Allah. (HR. Bukhori (10/306), Mislim (6/166-167))
3. Menyerupai wanita
Jenggot adalah merupakan tanda laki-lakinya, sedang wanita tidak berjenggot, sedangkan menyerupai wanita atau sebaliknya adalah haram, hal ini berdasarkan pada dalil:
Dari Ibnu Abbas dia berkata: Rasulullah melaknat orang laki-laki yang menyerpai wanita dan para wanita menyerupai laki-laki. (HR. Bukhori (10/274), Abu Dawud (2/305), Ad Darimi (2.280-281), Ahmad (no: 1982,2006,2123), Ath Thoyalisy no: 2679)
4. Menyerupai orang-orang kafir
Orang kafir mempunyai ciri yang khas yaitu mencukur jenggot, sedang orang islam memiliki ciri khas yaitu memelihara jenggot, maka dilarang seorang muslim yang menyerupai orang-orang kafir dengan mencukur jenggotnya, ha;l ini berdasar pada dalil dari Abu Huroiroh dan Ibnu ‘Umar di atas

Maroji’ :
Tanbih dzawil uqul bianaliha min sunnair rasul, oleh: Abu Muhammad Isma’il bin masyud bin Ibrahim ar Romih, cetakan pertama TH:1414 H/1993, Penerbit: Darus As Shomi’iy, Riyad., Tamamul Minah (hal:79-83), Jilbabul Ma’atil Musliamh. Oleh Al Bany hal: 185-187.

Bolehkan seseorang itu kencing dengan berdiri?

Pertanyaan:
Bolehkan seseorang itu kencing dengan berdiri?
Jawab:
Berdasarkan sabda Nabi yaitu:
Dari Khudzaifah : Sesungguhnya nabi SAW berhenti di tempat sampah milik suatu kaum, maka beliau kencing dengan berdiri, maka saya menjauhnya, ( menyingkir ) lantas beliau bersabda : mendekatlah, maka saya mendekat dan berdiri di sisi dua tumitnya, maka beliau wudlu’ dan mengusap kedua sepatunya. ( HR. Jama’ah ) Al Bany berkata : Hadits ini shohih, dan tidak diragukan lagi keshohihannya. ( Lihat : Tamamul minah : hal : 65)
Dari hadist diatas dapat kita simpulkan bahwasannya diperbolehkannya kencing berdiri ataupun dengan duduk, namun yang perlu diperhatikan adalah : menjaga dari percikan air kencing. ( Lihat : ‘Irwa’ul Gholil’, ( 1/95) dan As Shohihah (201)
Maroji’ ; Tamamul minah (hal : 64 – 65), Nailul Author (1/99 – 102), Sunan Turmidzi (1/90 – 91), dan ‘Umdatul Ahkam (hal : 41).

Cuplis

Sesaat di Dunia

Rasulullah bersabda, “Apa urusanku dengan dunia dan apa urusan dunia denganku! Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah perumpamaanku dengan dunia kecuali bagaikan seorang yang bepergian pada suatu hari yang terik, lalu berhenti sebentar pada siang hari bernaung di bawah pohon, kemudian beristirahat sejenak dan pergi meninggalkannya”.

Penjelasan Hadist
Allah telah menciptakan manusia dan menjadikkannya sebagai khalifah di muka bumi ini, supaya mereka meramaikan dan memanfaatkan semua yang ada sesuai dengan ketentuan Allah. Dia juga telah mengutus dan mengirim nabi-nabi yang membawa kabar gembira dan berita ancaman (kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi, red.).
Allah juga telah menciptakan bagi manusia segala apa yang membantu mereka dalam menunaikan peranan dan kewajibannya, seperti: matahari, bukan, bintang-bintang, gunung, dan pepohonan. Dia juga telah menentukan ajal bagi manusia supaya manusia dapat merealisasikan – dalam hidupnya – apa yang diminta Allah. Kemudian Allah menjadikan bagi manusia masa lain selain masa sekarang yang pada masa itu mereka mendapat balasan amal perbuatan nya baik berupa pahala maupun siksa, surga ataupun neraka.
Mereka berakal supaya benar-benar waspada terhadap dunia, melemparkannya ke belakang punggung, dan mencari kehidupan akhirat yang merupakan darul qarar. Kalau ingin mengambil bagiannya di dunia, hendaknya mengambil sesuai dengan ukuran yang telah diridhai oleh Allah, dan sekali-kali janganlah manusia itu merasa tenteram dan condong hanya kepada dunia dan meninggalkan akhirat.
Rasulullah telah menerangkan hakikat umur dunia dibandingkan akhirat agar benar-benar tertanam dalam jiwa, bahwa dunia itu hanyalah beberapa saat saja dari siang hari. Beliau mengungkapkan hadist ini dengan jalan permisalan. Beliau mengatakan di bawah pohon adalh menunjukkan masa yang sngat singkat – tidak lebih dari satu jam – untuk melegakan nafas, dan harus kembali meneruskan perjalanan. Perkataan beliau kemudian beristirahat dan meninggalkan pohon adalh perjalanan yang baru di mulai padahal tujuan masih sangat jauh.
Sekilas, memang hadist ini seakan-akan mewajibkan untuk meninggalkan dunia dan berpaling darinya secara total. Akan tetapi dapat disimpulkan bahwa seorang muslim boleh memperoleh dunia menurut kehendknya, dengan dua syarat:
1. Ia memperolehnya dengan jalan masyru’ (tersyari’atkan dalam islam dan diridhai Allah).
2. Hendaknya dunia ini hanya sekedar di tangannya (hatinya tidak terpaut dengan dunia); dunia dicari dan dimiliki dalam rangka mencari dan mengharap ridha Allah, sehingga waktunya tidak habis hanya untuk dunia semata.

Para salafushalih hendaknya diteladani. Dunia bagi mereka hanya sekedar di tangan. Ketika mereka dipanggil untuk berkorban dan berjihad , mereka pun belomba-lomba mengeluarkan hartanya, dan tidak bakhil. Contohnya: Abu Bakar Ash-Siddiq ; beliau memberikan semua hartanya. Ketika ditanya,”Apa yang Engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Dia menjawab,”Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya”.

Banyak nash yang berbicara tentang dunia diantaranya:
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangkan oleh angina. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”(Al-Kahfi:45).
“Dijadikan indah pada (padangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”(Ali Imran:14).


Faidah Hadist
1. Waspada adanya sifat cenderung dan merasa tenteram dengan dunia, sehingga lalai akan pertemuannya dengan Allah dan hari akhirat, sebab dunia ini bukan tempat abadi. Allah berfirman,
“…Katakanlah: ‘Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”(An-Nisaa:77)
2. Bersabar menghadapi kesulitan dan penderitaan hidup sampai kita berjumpa dengan Allah . Sungguh Rsulullah telah mengisyaratkan faidah yang besar dalam dakwah dan pendidikan, ketika memisalkan dirinya sebagai seorang musafir yang mengembara pada waktu panas terik. Manakala ia benar-benar sudah letih, maka ia turun dan beristirahat sebentar, kemudian melanjutkan perjalanan lagi sambil membawa beban berat perjalanan agar ia dapat kembali pulang ke rumah kediamannya. Demikian juga seorang muslim yang hidup di dunia ini, tentu akan mememui kesulitan dan kesusahan, bahkan tidak jarang fitnah dan ujian dating silih berganti. Dan kewajibannya adalah bersabar dan memohon pertolongan kepada Allah . setiap kali rasa lelah dating, ia beristirahat sejenak dan kemudian melanjutkan perjalananya yang masih panjang hingga menemui Rabbnya sebagai seorang mukmin yang sabar menanggung ujian.
3. memfokuskan perumpamaan-perumpamaan dalam berdakwah dan mendidik, sebab hal ini bisa menghindarkan rasa bosan manusia dan juga menjelaskan mekna secara rasional sesuai wawasan seseorang, sehinggga bisa menghujam dalam jiwa dan tidak akan terlipakan selamanya.
Allah berfirman,
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang yang berilmu”(Al-Ankabut:43).

Demikianlah, manusia hidup di dunia hanya sesaat. Akan tetapi yang sesaat itu sngat menentukan bagi masa yang panjang yang tiada berujung (akhirat). Maka sebijak-bijak manusia adalah yang bisa memanfaatkan masa yang pendek itu untuk menanam kabajikan yang banyak sebagai bekal perjalananny ke akhirat. Mari berlomba-lomba! Wallahul musta’an. (ummu asma’)